Sabtu, 23 Mei 2015

Patologi Plasenta Pada Preeklamsia

Preeklamsia merupakan suatu kondisi khusus pada wanita hamil yang menimbulkan efek pada ibu dan bayi yang ditandai dengan hipertensi dan proteinuria dengan atau tanpa oedem yang muncul pada kehamilan di atas 20 minggu.1,2,3,4

            Etiologinya tidak diketahui dan mungkin multifaktorial. Hipotesis etiologi yang terpopuler adalah dimulai dengan infiltrasi sel-sel trofoblas yang jelek pada endotelium arteri spiralis pada awal kehamilan dan gagalnya remodelling pembuluh darah ini sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah dan penyediaan oksigen untuk plasenta. Faktor etiologi yang lainnya meliputi imunologi, genetik, diet, geografis, ras, sosio-ekonomi, infeksi kronis, kondisi medikal sebelumnya, pola hidup, antibodi antiphospholipid, penyakit autoimun, kelainan trombofili, faktor laki-laki, kehamilan mola dan gabungan banyak faktor-faktor yang lain.1,2,3,5


            Kondisi hipoksia kronis dari plasenta menginduksi produksi sitokin dan toksin lainnya. Subtansi toksik tersebut memasuki sirkulasi darah ibu sebagai oksidan dan menimbulkan disfungsi endotel pembuluh darah pada berbagai organ yang akan mengganggu fungsi organ seperti kehilangan protein plasma (oedem), kerusakan ginjal (proteinuria), vasokontriksi (hipertensi), koagulasi abnormal (penumpukan fibrin intravaskular), disseminated intravascular coagulation (DIC), kerusakan miokardium (infark), susunan saraf pusat (perdarahan otak), paru-paru (oedem), hati (perdarahan intracapsular dan sindrom HELLP), ginjal (gagal ginjal akut), kerusakan endotelial plasenta, penurunan perfusi plasenta (insufisiensi plasenta, IUGR janin, solutio plasenta, IUFD).1,2,4
Preeklamsia memberikan gambaran patologi khusus pada plasenta yang berhubungan dengan keadaan hipoksia pada plasenta, seperti decidual vasculopathy, infarct, abruptio placenta, villous maldevelopment dan diminished growth.4,5,6

Patogenesa Preeklamsia

Patogenesa preeklamsia sangat kompleks karena melibatkan beberapa faktor genetik, imunologi dan faktor lingkungan yang saling berinteraksi.1,2,3,5 Patogenesa preeklamsia secara umum terdiri dari 2 tahapan proses. Tahap pertama merupakan tahap asimtomatik yang ditandai oleh perkembangan plasenta yang abnormal selama trimester pertama yang mengakibatkan insufisiensi plasenta dan pelepasan beberapa material plasenta ke dalam sirkulasi maternal. Tahap kedua merupakan tahap simtomatik atau sindroma maternal yang ditandai dengan hipertensi, gangguan ginjal dan proteinuria. 7

Satu kunci keberhasilan suatu kehamilan adalah pertukaran oksigen maternal-fetal yang adekuat. Selama beberapa tahun diperkirakan bahwa sirkulasi maternal dipertahankan di dalam plasenta secepatnya setelah implantasi melalui invasi pembuluh darah endometrium oleh sel-sel trofoblas. Pandangan ini kemudian diubah oleh Hustin dan kawan-kawan yang menemukan bahwa aliran darah maternal yang bermakna tidak muncul sampai umur kehamilan 12 minggu, sehingga tekanan oksigen pada awal kehamilan akan lebih rendah. Jika konsentrasi oksigen terlalu cepat meningkat yang kemudian melebihi pertahanan antioksidan seluler maka akan mengakibatkan stress oksidatif. Ini akan merusak protein, lipid dan DNA yang mengakibatkan kematian sel, termasuk dalam hal ini sel-sel trofoblas. Stress oksidatif pada sel-sel trofoblas berhubungan dengan perubahan pada sirkulasi maternal ke plasenta, dimana dengan terjadinya degenerasi trofoblastik maka trofoblas ekstravillous gagal untuk menginvasi dan melakukan remodelling terhadap arteri spiralis sehingga terjadi perfusi plasenta yang jelek dan mengakibatkan hipoksia plasenta. Ini berhubungan dengan preeeklamsi, suatu komplikasi kehamilan yang berhubungan dengan perfusi plasenta yang jelek dan stress oksidatif kronis.8,9
Aliran darah maternal uteroplasenta meningkat selama kehamilan. Secara normal arteri uteroplasenta akan diinvasi oleh trofoblas endovaskular dan dilakukan remodelling untuk dilatasi dan menjadi suatu saluran yang tidak elastik tanpa kontrol vasomotor maternal.1,3,5,10
Pada awal plasentasi, trofoblas ekstravilli menginvasi arteri spiralis uterus pada desidua dan miometrium. Pada kehamilan normal invasi trofoblas ini menyebabkan downregulasi molekul adhesi yang merupakan sifat asli sel epitel dan setelah itu mengadopsi fenotipe adhesi permukaan sel yang merupakan tipikal dari sel endotel. Proses ini disebut dengan pseudovaskulogenesis. Transformasi sel epitel menjadi sel endotel ini akan memungkinkan peningkatan laju darah ke uterus yang diperlukan untuk kelanjutan hidup janin selama dalam kandungan. Transformasi ini diikuti juga oleh perubahan ekspresi molekul adhesi yang semula merupakan karakter sel epitel ( integrin α6/β5, αω/β5 dan E-cadherin ) menjadi molekul adhesi yang diekspresikan oleh sel endotel ( integrin α1/β1, αω/β3, platelet endothelial cell adhesion molecule dan vascular endothelial cadherin ).7

            Pada preeklamsia, proses transformasi ini tidak sempurna, sehingga terjadi gangguan angiogenesis yang dibuktikan oleh kegagalan trofoblas melakukan transformasi dari fenotipe epitel menjadi endotel. Hal tersebut menyebabkan abnormalitas plasentasi dimana invasi trofoblas pada arteri terbatas hanya sampai desidua dan pada segmen arteri spiral miometrium invasi sangat dangkal dan tidak menyebar. Diferensiasi abnormal plasenta ini merupakan gangguan awal yang pada akhirnya menyebabkan iskemia plasenta.7

            Zou dan kawan-kawan melaporkan bahwa pada kehamilan normal secara umum terjadi penurunan ekspresi E-cadherin pada trofoblas ekstravilli dan peningkatan ekspresi vascular endothelial cadherin (VE-cadherin), platelet endothelial cell adhesion molecule I (PECAM-I), vascular endothelial cell adhesion molecule I (VECAM-I) dan α4-integrins. Gagalnya ekspresi molekul adhesi vaskular ini menyebabkan gangguan invasi trofoblas ekstravilli pada arteri uteroplasenta. Inilah yang terjadi pada preeklamsia sehingga terjadi gangguan remodelling arteri spiralis yang menyebabkan iskemia plasenta.10
Suatu faktor maternal yang dominan dalam hubungannya dengan gagalnya invasi trofoblas ektravilli adalah adanya gangguan fungsi imun terhadap trofoblas. Makrofag maternal merupakan bagian normal pada tempat implantasi plasenta. Makrofag menghasilkan sitokin yang mengatur invasi trofoblas, seperti tumor necrosis factor α (TNFα) dan TNF receptor 1 (TNF-R1) diekspresikan oleh sel-sel trofoblas. Interaksi antara keduanya menginduksi terjadinya apoptosis trofoblas. Pada preeklamsia terjadi peningkatan populasi makrofag pada dinding arteri, sehingga mengurangi invasi trofoblas.10 Sel trofoblas yang mengalami apoptosis ini akan menyebabkan respon inflamasi sistemik maternal, sehingga terjadi perubahan histologi pada plasenta yang menyerupai acute graft rejection.1
 Ekstravillous trofoblas yang normal mengekspresikan suatu nonpolymorphic class I- like antigen (HLA-G, HLA-C, HLA-E). Antigen ini melindungi trofoblas ini dari pengenalan imun maternal (NK cells), sehingga trofoblas ini dapat menginvasi decidual uterus dan arteri spiral. Pada preeklamsia, terjadi penurunan ekspresi HLA tersebut.1,11

Jaringan plasenta mengandung suatu sistim komplemen yang dikonstribusi sebagian besar dari komponen komplemen yang terdapat pada sirkulasi darah maternal di pembuluh darah plasenta dan sebagian lagi dihasilkan secara lokal. Villi-villi trofoblas yang membawa antigen fetal secara terus-menerus terpapar oleh sel-sel imunokompeten maternal yang terdapat di dalam darah yang bersirkulasi pada ruang intervillous. Ini tentunya akan dikenali sebagai benda asing terhadap maternal, akan tetapi kontak ini secara fisiologis tidak menimbulkan reaksi imun maternal (aktifasi sistim komplemen) yang menyebabkan kematian sel-sel tersebut. Hal ini terjadi karena adanya suatu regulator komplemen pada permukaan villi-villi trofoblas yang memproteksinya terhadap aktifasi komplemen yang tidak terkontrol. Regulator komplemen tersebut adalah C1-Inh, faktor I, MCP (membrane cofactor protein), faktor H, CR1 (complement receptor 1),  DAF (decay accelerating factor), properdin, clusterin, protein S dan CD59. Pada preeklamsia terjadi deposisi dari komplemen yang teraktifasi pada desidua dan villi-villi trofoblas, yang mungkin merupakan patofisiologi dari kondisi ini.12 

Mamalia termasuk manusia memerlukan angiogenesis yang ekstensif untuk memastikan network yang baik untuk suplai oksigen dan nutrien ke janin. Angiogenesis ini melibatkan berbagai macam faktor proangiogenik dan antiangiogenik yang bekerja sama dalam perkembangan plasenta. Terdapat dua protein antiangiogenik yang diproduksi secara berlebihan sehingga menyebabkan peningkatan pada sirkulasi maternal yang bertanggung jawab terhadap fenotipe preeklamsia yaitu sFlt-1 dan sEng. Faktor-faktor proangiogeniknya adalah VEGF, PlGF dan TGFβ-1. sFlt-1 merupakan inhibitor endogen dari signaling VEGF dan PlGF yang mengatur angiogenesis plasenta sedangkan sEng merupakan ko-reseptor yang bersirkulasi yang menghambat signaling TGFβ-1 di dalam jaringan vaskular. Etiologi peningkatan konsentrasi sFlt-1 dan sEng pada preeklamsia belum diketahui. Namun diperkirakan faktor-faktor genetik, hipoksia dan imunologi terlibat di dalamnya. Ekspresi sEng dan sFlt-1 meningkat sebagai respon terhadap hipoksia yang dimediasi oleh hypoxia inducible factor 1 (HIF1). HIF 1 merupakan substrat utama untuk aktivitas protein VHL (von Hippel Lindau) dalam meregulasi sejumlah gen seperti VEGF dan PDGF. VHL akan mendegradasi HIF 1, sehingga akan menurunkan level dari angiogenic growth factor.5 Selama kehamilan normal plasenta relatif dalam keadaan hipoksia pada awal kehamilan, hipoksia kemudian menghilang seiring dengan peningkatan laju darah ke plasenta selama trimester kedua. Pada penelitian yang dilakukan oleh Rana dan kawan-kawan, baik sFlt-1 dan sEng keduanya meningkat selama trimester 1 hingga trimester 2 pada preterm preeklamsia, hal ini sangat berlawanan dengan kehamilan normal dimana keduanya sedikit naik atau bahkan turun. Keadaan ini mendukung dugaan bahwa iskemia plasenta berperan penting dalam peningkatan produksi faktor antiangiogenik pada wanita preeklamsia.7

sFlt-1 yang meninggi di dalam sirkulasi maternal menyebabkan konsentrasi PlGF dan VEGF bebas yang bersirkulasi rendah, karena terikat oleh sFlt-1. Hal ini menyebabkan signaling angiogenesis plasenta terganggu.3 Percobaan pada  tikus hamil yang diberikan sFlt-1 menginduksi timbulnya hipertensi, proteinuria dan endotheliosis glomerular.1,5,7

sEng merupakan protein antiangiogenik yang menghambat signal TGFβ-1 dalam pembuluh darah. Pada suatu studi menggunakan tikus yang dinjeksi dengan adenovirus yang kuat mengekspresikan sEng mengakibatkan peningkatan permeabilitas vaskular dan menginduksi hipertensi sedang tanpa proteinuria.7
Abnormalitas plasentasi sebagai akibat kegagalan remodeling trofoblas ekstravilli terhadap arteri spiral uterus menyebabkan pelepasan faktor-faktor antiangiogenik tersekresi ke sirkulasi maternal dan mencapai puncaknya pada simptom klinis preeklamsia yang dikenal dengan sindroma maternal. Manifestasi klinis preeklamsia antara lain endotheliosis glomerular, peningkatan permeabilitas vaskular dan respon inflamasi sistemik yang mengakibatkan kerusakan organ atau hipoperfusi. Manifestasi klinis biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu.3,5,7



Gambaran Patologi 

Perubahan patologi yang dasar dari plasenta pada preeklamsia adalah decidual vasculopathy, infarcts, abruptio placentae, villous maldevelopment dan diminished growth. Perubahan patologi ini tidak semestinya berhubungan dengan penyakit klinis. Meskipun pada penyakit klinis yang berat, perubahan ini tidak selalu dijumpai. Perubahan plasenta yang berat mungkin juga timbul ketika tidak dijumpai simptom pada maternal dan lesi plasenta mungkin timbul jauh sebelum adanya manifestasi klinis. Jadi lesi-lesi ini tidak patognomonik untuk preeklamsia sehingga dapat juga dijumpai pada penyakit lain seperti lupus anticoagulant dan trombofilia. Akan tetapi lesi-lesi ini merupakan indikasi daripada perfusi uteroplasenta yang abnormal.4

Berbagai perubahan vaskular yang terjadi pada arteriol desidual dikenal sebagai decidual vasculopathy. Perubahan vaskular yang terjadi adalah kehilangan konversi fisiologik, trombosis, atherosis dan nekrosis fibrinoid. Pada kondisi fisiologik, sel-sel trofoblas menginvasi arterial beds dari desidua dan miometrium superfisial, merusak dinding dari arteriol dan menggantikannya dengan fibrinoid. Infiltrasi ini membuka lumen arteriol dan membuat ketidakmampuan pembuluh darah untuk melakukan respon vasokonstriksi terhadap berbagai mediator vasoaktif. Sehingga pada konversi fisiologik yang normal, arteri berubah jadi membesar, berkelok-kelok dan kaku. Pada preeklamsia, invasi ini lebih superfisial dan terjadi kegagalan invasi trofoblas pada bagian proksimal dari percabangan di miometrium. Invasi trofoblas juga terhalang dengan berbagai derajat. Ini yang disebut dengan kehilangan konversi fisiologik. 4
Infiltrasi lemak dapat juga diamati pada sel-sel endotel dan tampak makrofag yang mengandung lemak yang difagosit dari lipid laden myogenic foam cells yang degenerasi. Perubahan ini disebut dengan atherosis.3,4,6

 perubahan inflamasi seperti inflamasi kronis pada jaringan desidual dan pembuluh darah desidual juga dijumpai dalam hubungannya dengan lesi vaskular yang dikenal dengan vaskulitis desidual. Walaupun mungkin dijumpai sel-sel limfosit tetapi sel-sel plasma tidak dijumpai dan sering terjadi nekrosis pada jaringan desidual.4
Infark plasenta merupakan lesi yang paling umum dijumpai oleh patologist, dimana lesi infark ini menunjukkan jaringan villi yang sudah mati karena defisiensi sirkulasi maternal (intervillous). Infark itu padat, kenyal dan dapat meliputi semua ketebalan plasenta. Sering infark tersebut dijumpai pada dasar plasenta, khususnya pada bagian pinggir plasenta. Infark yang dijumpai pada trimester pertama dan kedua selalu abnormal. Secara makroskopis, infark lebih kenyal dari jaringan villi sekitarnya dan memiliki permukaan yang granular. Infark dini berwarna merah tua, kongesti dan dapat dibedakan dari jaringan normal dengan kekenyalannya dan ketiadaan tekstur seperti spon. Dengan bertambahnya umur infark menjadi kuning, kemudian coklat abu-abu dan terakhir putih. Secara mikroskopis, perubahan awal adalah kongesti kapiler villi, perdarahan intravillous yang diikuti dengan aglutinasi villi atau kolapnya ruang intervilli. Singkatnya basofilia inti dari sinsitium yang jelas hilang dengan gambaran inti yang kotor. Kemudian terjadi piknosis dan karioreksis. Endotel dan eritrosit intravaskular kehilangan warna dan menjadi pucat serta memberikan gambaran ghostlike. Kadang-kadang tampak sel-sel inflamsi akut pada bagian pinggir daerah infark. Pada saat ini, sel-sel trofoblas dan stroma villi lengkap kehilangan pewarnaannya yang karakteristik. Ghost villi  lengkap kolaps dan hanya diantarai oleh suatu lapisan tipis dari material fibrinoid.4,5,6 
Abruptio plasenta juga dapat dijumpai pada preeklamsia dimana terjadi perdarahan dengan lesi vaskular desidual, khususnya terjadi trombosis arteriol desidual yang menyebabkan nekrosis dan perdarahan venous. Secara patologi ini menyebabkan terjadinya hematom retroplasenta. Jaringan villi yang mendasari hematom akan menjadi infark karena kehilangan suplai darah.4
 Pada preeklamsia terjadi peningkatan jumlah syncytial knotting yang merupakan indikator adanya iskemia plasenta dan ini terlihat pada villi terminal. Jika lebih dari 30% villi terminal menunjukkan syncytial knotting, khususnya pada plasenta prematur maka ini merupakan diagnostik perfusi yang buruk.4

Banyak pola villous maldevelopment  yang muncul dan berhubungan dengan hipoksia preplasenta, uteroplasenta dan postplasenta. Pada preeklamsia terjadi hipoksia uteroplasenta atau postplasenta. Gambaran histologi pada setiap kasus ditentukan oleh banyak aspek dari perkembangan villi. Pertama adalah derajat maturasi villi dan yang kedua adalah derajat dan tipe angiogenesis fetoplasenta. Ini dikontrol oleh level oksigen intraplasenta.4,11

Pada hipoksia postplasenta, dimana level oksigen cukup tinggi akan menginduksi  terjadi nonbranching angiogenesis yang menghasilkan villi yang panjang, kurus, kurang berkembang atau villi terminal filiform dengan sedikit percabangan, sedikit syncycial knot, capillary loop yang panjang dan tidak bercabang. Keadaan ini disebut sebagai defisiensi villi terminal. Pada hipoksia preplasenta, dimana level oksigen rendah akan menginduksi terjadinya branching angiogenesis yang menghasilkan kelompokan villi terminal yang kaya kapiler, pendek, banyak cabang dan peningkatan jumlah syncycial knot ( Tenney-Parker changes ). Pada hipoksia uteroplasenta terlihat perubahan pada villi yang serupa dengan yang terjadi pada hipoksia preplasenta.4,11
Kelainan plasenta lain yang dapat dijumpai adalah perdarahan intravillous, chorangiosis dan chorangiomatosis. Chorangiosis merupakan pertambahan difus dari jumlah kapiler villous. Chorangiosis didiagnosa apabila terlihat 10 atau lebih kapiler pada setiap 10 villi yang diamati dengan pembesaran 10x objektif pada 10 lapangan pandang dalam 3 area plasenta yang tidak infark dan berbeda. Seperti chorangiosis, chorangiomatosis menunjukkan pertambahan jumlah kapiler villous. Akan tetapi chorangiosis melibatkan villi terminal, sedangkan  chorangiomatosis melibatkan villi intermediate immatur atau villi stem dan villi terminal. Pada chorangiosis, kapiler hanya dikelilingi membran basal, sedangkan pada chorangiomatosis, pembuluh darah dikelilingi satu bundel fiber retikular yang bercampur ke dalam stroma.4
Daftar Pustaka

  1. Siddik D. Recent Advances in The Pathophysiology of Pre-eclampsia. Department of Obstetrics and Gynaecology Medical Faculty. University of North Sumatera. Medan. 2005. Page 1- 33.
  2. Cunningham. MacDonald. Gant. Obstetri Williams: Hipertensi Dalam Kehamilan. EGC. Jakarta. Cetakan I. 1995. Page 778-796.
  3. Raphael R. Strayer D.S. Rubin’s Pathology: Clinicopathologic Foundations of Medicine. Lippincott Williams & Wilkins. Philadephia. 2008. Page 832-833.
  4. Baergen R.N. Manual of Benirschke and Kaufmann’s Pathology of the Human Placenta. Springer. New York. 2005. Page 332-363.
  5. Kumar V. Abbas A.K. Fausto N. Robbins and Cotran’s Pathologic Basic of      
            Disease : Toxemia of Pregnancy. Elseviers Saunders. Philadelphia. Seventh
            Edition. 2005. Page 305, 1106-1110.
  1. Molavi D.W. The Practice of Surgical Pathology: Placenta. Springer. New York.   
2008. Page 171-178.
      7.   Yulianti T. Faktor-Faktor Angiogenik Sebagai Prediktor Preekllamsia. Forum
            Diagnosticum. Number 6. 2008. Page 1-10.
  1. Jauniaux E. Adrian L. Watson. Hempstock J. Bao Y.P. Skepper J.N. Burton G.J.
Onset of Maternal Arterial Blood Flow and Placental Oxidative Stress. American Journal of Pathology. Volume 157. 2000. Page 2111-2121.
  1. Sidabutar E.R. Perbandingan Kadar Enzim Superoksida Dismutase Pada
Preeklamsia Berat dan Kehamilan Normal. Tesis Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Medan. 2005. Page 20-28.
  1. Kaufmann P. Black S. Huppertz B. Endovascular Trophoblast Invasion:
Implications for the Pathogenesis of Intrauterine Growth Retardation and Preeklamsiaa. Minireview. Biology of Reproduction. Germany. 2003. Page 1-7.
  1. Benirschke K. Kaufmann P. Baergen R. Pathology of Human Placenta.  Springer.
New York. Fifth Edition. 2006. Page 212, 491-516.
  1. Markert U.R. Jena. Immunology of Pregnancy. S.Karger AG. Switzerland. 2005. Page 149-156.
,Jaka) 1 9 

10.  Orell, SR, Philips, J. The Thyroid Fine-Needle Biopsy and Cytological Diagnosis of Thyroid Lesion, Vo. 14, Karger, Basel, 1997, p61-78.




































11.  DeLellis Ronald A, Ricardo V. Lyold, Phillipp U. Heitz, Charis Eng, WHO Pathology and Genetics of Tumours of Endocrine Organ, IARC Press, Lyon, 2003 p. 67-72


Tidak ada komentar:

Posting Komentar