Jumat, 22 Mei 2015

KARSINOMA SEL TRANSISIONAL BULI BULI

KARSINOMA SEL TRANSISIONAL BULI BULI

PENDAHULUAN
Insidensi tumor buli-buli adalah 2% dari seluruh keganasan dan merupakan malignansi kedua terbanyak pada sistem urogenital setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Dan angka kejadiannya meningkat pada daerah industri. Pada tahun 2000, di Amerika Serikat dijumpai lebih dari 53.200 kasus baru dan 12.200 kasus meninggal karena keganasan tersebut. Rata-rata usia penderita karsinoma buli-buli adalah 65 tahun. 1,2,3,4,5
Karsinoma sel transisional merupakan jenis yang tersering dijumpai pada karsinoma buli-buli. Penyebabnya antara lain pajanan amin aromatik dari industri , asap rokok, infeksi kronis oleh Schistosoma haematobium serta proses peradangan kronis akibat batu yang dapat menyebabkan karsinoma sel skuamosa. 1,2,3,4,5
PEMBAHASAN
            Karsinoma Transisional merupakan neoplasma epitel malignan pada urotelium dengan diferensiasi sel transisional, yang biasanya berbentuk papiler dan dapat berasal dari vesika urinaria, ureter maupun pelvis renalis. 1,2,3,4,5
Karsinoma sel transisional  merupakan tumor pada daerah vesika urinaria yang cukup banyak. Di Amerika Serikat hampir 90 % tumor pada vesika urinaria merupakan tumor yang berasal dari sel epitel transisional. 1,2,3,4,5
Malignansi ini disebabkan oleh induksi karsinogen yang terdapat di lingkungan. Beberapa faktor resiko pada karsinoma buli-buli antara lain adalah pekerjaan, rokok, infeksi saluran kencing dan konsumsi rokok serta bahan pemanis buatan. 1,2,3,4,5
Dalam hal pekerjaan, kondisi karsinogenik sering didapati pada para pekerja di pabrik kimia (terutama pabrik cat), laboratorium, pabrik korek api,tekstil, pabrik kulit, dan pekerja pada salon/pencukur rambut sering terpapar oleh bahan karsinogen berupa senyawa amin aromatik ( 2-naftilamin, bensidin, 4-aminobifamil). 1,2,3,4,5
Faktor resiko untuk karsinoma buli-buli pada perokok adalah 2-6 kali lebih besar dibandingkan bukan perokok. Bahan karsinogenik dalam rokok  berupa amin aromatik dan nitrosamin. 1,2,3,4,5
Pada infeksi saluran kencing, telah diketahui bahwa kuman-kuman Escherichia coli dan Proteus spp menghasilkan nitrosamin yang merupakan zat karsinogen. 1,2,3,4,5
Kebiasaan mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin dan siklamat serta pemakaian obat-obatan siklofosfamid yang diberikan intravesika, fenastin, opium dan obat antituberkulosa INH dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan resiko timbulnya karsinoma buli-buli. 1,2,3,4,5
Gambaran klinik karsinoma buli-buli biasanya berupa penderita yang datang dengan keluhan hematuri  tanpa disertai rasa nyeri (painless), kambuhan (intermitent), dan terjadi pada seluruh proses miksi (total). 1,2,3,4,5
Karsinoma buli-buli sering tanpa disertai disuria, namun pada karsinoma in situ atau karsinoma yang sudah infiltrasi luas tidak jarang menunjukkan gejala iritasi buli-buli,antara lain  disuria, polakisuri, frekwensi dan urgensi. 1,2,3,4,5
Hematuri dapat menimbulkan keluhan retensi bekuan darah. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa  gejala obstruksi saluran kemih bagian atas atau adanya edema petibial. Edema ini disebabkan penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar di daerah pelvis. 1,2,3,4,5
Selain pemeriksaan laboratorium rutin, juga dilakukan pemeriksaan sitologi urine berupa pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas bersama urine, cell surface Antigen study, flow cytometri yang mendeteksi adanya kelainan kromosom sel-sel urotelium. 1,2,3,4,5
Pada pemeriksaan penunjang lain, magnetic resonance imaging (MRI) dianggap cukup akurat dan menguntungkan karena bersifat non-invasif dalam mendiagnosa tumor buli, terutama dalam evaluasi perluasan tumor. MRI dapat mendeteksi tumor dengan ukuran 1,5 cm. Walaupun dikatakan bahwa MRI konvensional kurang akurat dalam mendeteksi suatu karsinoma insitu dan membedakan antara invasi mukosa, submukosa dan muskularis superfisial. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian kontras (gadolinium-enhanced dynamic MRI). 6,7,8
Persentase akurasi MRI dalam evaluasi staging karsinoma buli adalah sekitar 85%. MRI dapat memperlihatkan tumor intramural, meskipun buli tidak terdistensi maksimal. Hal ini tidak dapat dilakukan dengan CT-Scan dan USG. 6,7,8
USG berguna dalam menentukan tumor buli dan dapat menunjukkan perluasan ke ruang perivesikal atau organ yang berdekatan. 6,7,8
Pemeriksaan intavenous pyelographic (IVP) dapat mendeteksi filling defect pada tumor buli-buli dan adanya tumor sel transisional yang berada di ureter atau pielum. 6,7,8
Dengan dijumpanya suatu hidroureter atau hidronefrosis merupakan salah satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna untuk menentukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya. 6,7,8
Pemeriksaan sitologi pada karsinoma vesika urinaria dilakukan melalui urin dengan memeriksa sel-sel yang terlepas dari mukosa vesika urinaria (sitologi eksfoliatif). Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk membantu menilai keadaan vesika urinaria yang sulit diperiksa melalui biopsi. Kondisi dimana terdapat suatu infeksi kronik yang masif sehingga sulit untuk mengambil sampel yang representatif pada biopsi ataupun pada karsinoma yang tersembunyi dibalik divertikulum vesika urinaria.9,10
Pemeriksaan sitologi eksfoliatif sulit untuk menilai karsinoma dengan grade I dan grade II, hal ini disebabkan karena sel-sel yang dijumpai menyerupai sel–sel normal. Sedangkan pada grade III dan IV sudah tampak perubahan-yang malignan pada sel. Pada karsinoma dengan bentuk papillary tampak kelompokan sel dengan bentuk kuboidal ataupun kolumnar , sedangkan pada karsinoma tipe skuamous tampak sel-sel epidermoid yang malignan. 9,10
Pada proses malignan akan terlihat banyak sel-sel yang terlepas, kelompokan sel-sel malignan dengan inti yang membesar, pleomorfik dan hiperkromatin. 9,10
Sistem grading pada karsinoma transisional buli-buli diperkenalkan oleh Ash (1942) yang terdiri dari empat grade. 9,10  
Grade I dengan gambaran makroskopis  tumor berwarna merah muda dengan struktur papilari yang sebagian besar berbentuk pedunkulus. Jarang didapati nekrosis. Pada pemeriksaan histopatologi terlihat struktur papil-papil yang terdiri dari fibrovascular core pada bagian sentral yang dilapisi pelapis epitel transisional yang serupa dengan sel-sel pada vesika urinaria normal. Jarang terdapat mitosis. 9,10
Grade II memiliki  makroskopis seperti pedunculated ataupun sessile. Jarang terdapat nekrosis. Konsistensi tumor lebih padat ataupun solid dan kenyal. Pada pemeriksaan histopatologi masih dijumpai struktur papilari yang lebih banyak dengan lapisan sel-sel yang lebih banyak disertai pembesaran inti dan hiperkromatin. Lebih banyak didapati  mitotik. 9,10
Pada grade III gambaran makroskopisnya lebih banyak berbentuk sessile, menyerupai kembang kol. Lebih sering didapati nekrosis dan ulserasi. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan struktur papilari, yang tersusun irregular.  Sel-sel malignan membentuk kelompokan-kelompokan kecil dan sel-sel yang mitotik lebih mudah dijumpai. 9,10
Grade IV memiliki gambaran makroskopis berupa lesi yang berbentuk sessile, seperti kembang kol, banyak dijumpai nekrosis dan ulserasi. Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan sedikit gambaran papilari. Juga terdapat atipia seluler dengan inti pleomorfik. Sering dijumpai sel-sel mitotik. Umumnya telah terdapat invasi. 9,10

Stadium ditentukan berdasarkan klasifikasi TNM ataupun Marshall.1,2,3

TNM                            Marshall                                 Keterangan
Tis                               0                                              Karsinoma in situ
Ta                                0                                              Tumor papilari non invasif
T1                                A                                              Invasi sub mukosa
T2                                B1                                            Invasi otot superfisial
T3a                              B2                                            Invasi otot profunda
T3b                              C                                            Invasi jaringan lemak prevesika
T4                                D1                                           Invasi ke organ sekitar
N1-3                            D1                                           Metastasis ke kelenjar  limfe
M1                               D2                                           Metastasis hematogen

Karsinoma buli-buli harus dapat dibedakan dengan tumor ureter yang menonjol dalam kandung kemih, karsinoma prostat, dan hipertrofi prostat. Biasanya dilakukan endoskopi dan biopsi untuk membedakannya.1,2,3
Karsinoma sel transisional buli-buli memiliki ekspresi kuat terhadap CK8 dan CK18. Selain itu  CEA dan Cathepsin B (terutama pada lesi high grade), CA19-9 dan Leu-MI juga memberikan ekspresi positif pada karsinoma sel transisional buli-buli. 1,2,3 
Penatalaksanaan pada karsinoma transisional buli-buli  terutama adalah operasi. Prosedur yang dilakukan antara lain berupa reaksi transurethral untuk single/multiple papiloma yang dilakukan pada stadium 0, A, B1 dan grade I-II low grade. Total cystotomy dilakukan dengan pengangkatan kelenjar prostat dan urinary diversion. 1,2,3
Radioterapi diberikan pada tumor yang radiosensitif seperti undifferentiated pada grade III-IV dan stadium B2-C. Radiasi diberikan sebagai preajuvan operasi selama                   3-4 minggu, dosis 3000-4000 Rads. Penderita dievaluasi selama 2-4 minggu dengan interval cystoscopy, foto thoraks dan IVP, selanjutnya 6 minggu setelah radiasi direncanakan operasi. Paska operasi diberikan ajuvan berupa radiasi 2000-3000 Rads selama 2-3 minggu.1,11
Pada kemoterapi diberikan citral, 5 fluoro urasil, serta kemoterapi topikal yaitu                Thic-TEPA. Pada terapi paliatif 5-Fluorourasil (5-FU) dan doxorubicin (adriamycin) merupakan pilihan. Thiotepa dapat dimasukkan ke dalam buli-buli sebagai pengobatan topikal. Penderita dikondisikan dehidrasi selama 8 sampai 12 jam sebelum terapi dengan theotipa dan obat dibiarkan dalam buli-buli selama dua jam. 1,11
Komplikasi yang umum terjadi berupa hematuria. Hematuria yang terus menerus akan menyebabkan anemia pada pasien. Jika terjadi penyumbatan atau obstruksi, maka dapat terjadi  refluks vesiko-ureter dan hidronefrosis. 1,11
Jika terjadi infeksi, akan terjadi  kerusakan pada ginjal, yang dapat berlanjutpada gagal ginjal. 1,11
Prognosis bergantung kepada jenis sel, derajat, keganasan, dan metastasis. Secara klinis dapat dijumpai dua jenis gambaran, yaitu pertumbuhan superfisial dan yang bertumbuh invasif dari permulaan. Tumor superfisial yang berdiferensiasi baik dapat timbul kembali atau muncul papiloma baru. Diperlukan sistoskopi berkala diperlukan minimal 3 tahun. 1,11
DAFTAR PUSTAKA

1.         Lopez-Beltran A, Sauter G, Gasser T, et.al. Infiltrating urothelial carcinoma. Dalam : Eble JN, Sauter G, Epstein JI, Sesterhenn IA. Pathology and genetics of tumours of the urinary system and male genital organs. 2004. IARC Press. Lyon. pp :  93-109.
2.         Rosai J. Rosai and Ackermans Surgical Pathology,Volume one, Ninth Edition, Philadelphia: Mosby, 2004: 1195-204.
3.         Reuter VE. The urothelial tract: renal pelvis, ureter, uriary bladder, and urethra. Dalam : Mills SE, Carter D, Greenson JK, Oberman HA, Reuter VE, Stoler MH.  Stenberg’s Diagnostic Surgical Pathology 4th ed. 2004. Lippincott Williams & Wilkins. pp : 2048-52.
4.         Lopez-Beltran A, Montironi R, Vidal-Jimenez A, Cheng L. Pathology of tumors of the urinary bladder. Dalam : Mikuz G. Clinical pathology of urologic tumors. 2007. Informa. London. pp:  57-60.
5.         MacLennan GT, Cheng L. Atlas of genitourinary pathology. 2011. Springer-Verlag. London.pp: 168-80.
6.         Kubik-Huch RA, Hamm B. Radiologic-pathologic correlations of the male genital tract. Dalam : Gourtsoyiannis NC, Ros PR. Radiologic-pathologic correlations from head to toe. 2005. Springer-Verlag. Berlin. pp: 553-5.
7.         Cowan N. The genitourinary tract: techniques and anatomy. Dalam : Adam A, Dixon AK. Diagnostic radiology 5th ed. 2008. Churchill Livingstone. London.
8.         Chang SD, Hricak H. Radiological evaluation of the urinary bladder, prostate, and urethra. Dalam : Adam A, Dixon AK. Diagnostic radiology 5th ed. 2008. Churchill Livingstone. London.
9.         Koss LG, Melamed MR. Koss’ diagnostic cytology and its histopathologic bases 5th ed. 2006. Lippincott. Philadelphia. pp: .778-86.
10.      Kocjan G. Fine needle aspiration cytology. 2006. Springer. London. pp: 217-8.
11.      Galsky MD, Bajorin DF. Bladder cancer. Dalam :Schrier RW. Diseases of the kidney and urinary tract 8th ed. 2007. Lippincott. Philadelphia. pp: 778-83.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar