DERMATITIS SPONGIOTIK
PENDAHULUAN
Spongiosis
adalah suatu proses dimana terjadi edema interselular diantara sel-sel skuamos
pada epidermis disebabkan melebarnya jarak antar sel.(1,2)Sering
disebabkan oleh proses peradangan ,terutama pada dermatitis ( ekzema).
Spongiosis berperan dalam pembentukan spongiotic
bullae atau vesicle.(2,3)
Komposisi
dan gambaran dari infiltrat radang dan perubahan epidermis dan dermis membantu
untuk membedakan berbagai kelainan.Walaupun banyak kondisi dermatologi yang
menunjukkan spongiosis. Kelainan klinik
sangat membantu, bila tidak ada gambaran yang khas dalam membuat
diagnosis.(4)
Dermatitis
spongiosis memiliki karakteristik adanya
edema interselular pada epidermis. Pada lesi awal, interselular space meningkat
dengan tertariknya desmosom, tetapi
epitelium masih utuh. Pada kondisi lanjut, terjadi pemisahan dari keratinosit
yang membentuk suatu ruangan (vesikel).(3)
Gambaran
histopatologi dapat bervariasi, tidak hanya bergantung kepada beratnya stimulus
injuri tetapi juga waktu pengambilan sampel ( biopsi).(5)
PEMBAGIAN
Dermatitis
spongiotik secara histologi dapat dibagi atas bentuk akut, subakut dan kronik(3,4,5).
DERMATITIS SPONGIOTIK
AKUT
·
DERMATITIS
KONTAK ALERGI
Dermatitis
kontak alergi dapat terjadi karena kulit terpajan dengan bahan-bahan yang
bersifat sensitizer ( alergen). Biasanya terjadi dalam 24-72 jam setelah
terpajan.(3,7)
Patogenesis
Dermatitis
kontak alergi merupakan reaksi tipe IV, cell-mediated,
Delayed Type Hipersensitivity.
Hipersensitivitas
lambat yang dipacu sel T, diawali oleh antigen yang dipresentasikan oleh
sel Langerhans di epidermis yang selanjutnya dibawa kekelenjar getah bening
regional dan mensensitisasi limfosit.(3,8,9)
Manifestasi Klinik
Fase
akut : merah, edema, papula, vesikula, berair, krusta, gatal
Fase
kronik : kulit tebal/ likenifikasi, kulit pecah-pecah, skuama, kulit kering dan
hiperpigmentasi.(7)
Gambaran Mikroskopis
Lesi
akut : Ditandai oleh spongiosis dengan intraepidermal
spongiotic vesicles, orthokeratosis, exocytosis lymphocytes, kelompokkan
dari sel langerhans pada epidermis, superfisial perivascular limphocytes dan
eosinofil yangmenonjol. Pada pasien yang terpapar terus menerus dengan alergen,
biopsi dapat menunjukkan gambaran dermatitis spongiotik subakut atau
selanjutnya akan membentuk dermatitis spongiosis kronik, sering dengan lichen
simplex chronicum.(3,4,6) ·
INCONTINENTIA
PIGMENTI
Incontinentia
pigmenti merupakan kelainan bawaan dengan x
linked dominantly transmission. Pada
perempuan dengan kelainan gen hanya pada satu kromosom x, akibatnya tidaklah
terlalu parah, sedangkan laki-laki dengan kelainan kromosom x ini memiliki
akibat yang parah dan umunya meninggal dalam kandungan.(1,3,4,5)
Manifestasi klinik
Kelainan
ini memiliki 4 tahap
Tahap
pertama terdiri dari eritem dan bula dan
membentuk garis dan dijumpai saat lahir atau segera setelahnya. Lesi yang
tersering pada eksteremitas.Tahap kedua, terjadi setelah dua bulan, lesi
vesikular bertahap digantikan dengan lesi verukous. Lesi ini dapat bertahan
dalam beberapa bulan. Tahap ketiga, setelah lesi verukous hilang,
terbentuk area luas pigmentasi yang batasnya tidak jelas, menyebar atau membentuk
gelungan. Gambaran pigmentasi ini, dominan terjadi pada badan. Keadaan ini akan
berkurang secara bertahap setelah beberapa tahun dan dapat hilang sempurna. Tahap
keempat terlihat pada wanita dewasa.Dimana terjadi atrofi dari lesi dengan
gambaran hipopigmentasi linear banyak dijumpai pada ekstremitas bawah.(3,4)
Sekitar
80% kasus, incontinentia pigmenti berhubungan dengan abnormalitas kongenital,
umumnya kelainan pada cns, mata dan gigi.Alopesia partial pada vertex sering
dijumpai.(1,3)
Gambaran mikroskopis
Vesikel
tampak selama tahap pertama, timbul diantara epidermis dan berhubungan dengan
spongiosis. Keadaan ini mirip dengan dermatitis. Yang membedakannya dengan
dermatitis , terdapat banyak eosinofil
didalam dan diantara epidermis ( eosinofil spongiosis). Epidermis diantara
vesikel sering menunjukkan sel diskeratosis tunggal dan lingkaran dari sel
skuamous dengan keratisasi didaerah sentral. Seperti pada epidermis, dermis
juga menunjukkan infiltrat yang
mengandung banyak eosinofil dan sedikit sel mononuklear.
Perubahan
pada tahap kedua terdiri dari akantosis, irregular papilomatosis dan
hiperkeratosis. Intraepidermal keratinisasi, terdiri dari kumpulan keratinosit
dan sebaran sel-sel diskeratosis, lebih jelas dibandingkan pada tahap pertama.
Sel basal menunjukkan vakuolisasi dan penurunan jumlah melanin. Dermis
menunjukkan infiltrat radang kronik dalam jumlah sedang bercampur dengan melanophage.
Infiltrat ini menyebar ke epidermis pada beberapa tempat.
Area
pigmentasi tampak pada tahap ketiga menunjukkan deposit yang luas dari melanin
dengan melanophage berlokasi pada bagian atas dermis. Biasanya dermal
hiperpigmentasi ini dijumpai berhubungan dengan pengurangan pigmen pada lapisan
basal, sel menunjukkan vakuolisasi dan degenerasi. Pada beberapa kasus, sel
pada lapisan basal mengandung melanin dalam jumlah besar.
Pada tahap ketiga
dijumpai penurunan melanin pada lapisan basal dan eosinofil dengan jumlah yang
bervariasi pada dermis.(3,4)SPONGIOSIS SUBAKUT
·
DERMATITIS
NUMULAR
Definisi:
Dermatitis dengan karakteristik plak eritematous berbentuk bulat sampai oval seperti uang logam.(7,10)
Distribusi
lesi pada ekstremitas atas terutama bagian dorsal tangan. Pada laki-laki sering
timbul pada bagian ekstremitas bagian bawah.(7,10)
Patogenesis
Etiologi
masih belum diketahui. Perubahan pada dermatitis numular mirip dengan
dermatitis kontak. Interselular edema adalah hal yang menyolok. Dimana
hilangnya desmosom seperti spongiosis sebagai pertanda.(3)
Manifestasi klinik
Lesi
yang gatal dengan plak eritematous berbentuk bulat sampai oval (coin shape). Dapat dijumpai vesikel
tetapi lebih sering dengan sisik atau krusta.(3,5,7)
a v� H x s `o@ x�? jumpai.(1,3)
Gambaran mikroskopis
Vesikel
tampak selama tahap pertama, timbul diantara epidermis dan berhubungan dengan
spongiosis. Keadaan ini mirip dengan dermatitis. Yang membedakannya dengan
dermatitis , terdapat banyak eosinofil
didalam dan diantara epidermis ( eosinofil spongiosis). Epidermis diantara
vesikel sering menunjukkan sel diskeratosis tunggal dan lingkaran dari sel
skuamous dengan keratisasi didaerah sentral. Seperti pada epidermis, dermis
juga menunjukkan infiltrat yang
mengandung banyak eosinofil dan sedikit sel mononuklear.
Perubahan
pada tahap kedua terdiri dari akantosis, irregular papilomatosis dan
hiperkeratosis. Intraepidermal keratinisasi, terdiri dari kumpulan keratinosit
dan sebaran sel-sel diskeratosis, lebih jelas dibandingkan pada tahap pertama.
Sel basal menunjukkan vakuolisasi dan penurunan jumlah melanin. Dermis
menunjukkan infiltrat radang kronik dalam jumlah sedang bercampur dengan melanophage.
Infiltrat ini menyebar ke epidermis pada beberapa tempat.
Area
pigmentasi tampak pada tahap ketiga menunjukkan deposit yang luas dari melanin
dengan melanophage berlokasi pada bagian atas dermis. Biasanya dermal
hiperpigmentasi ini dijumpai berhubungan dengan pengurangan pigmen pada lapisan
basal, sel menunjukkan vakuolisasi dan degenerasi. Pada beberapa kasus, sel
pada lapisan basal mengandung melanin dalam jumlah besar.
Pada tahap ketiga
dijumpai penurunan melanin pada lapisan basal dan eosinofil dengan jumlah yang
bervariasi pada dermis.(3,4)
Gambaran Mikroskopis
Terdapat
spongiosis ringan sampai sedang, biasanya tanpa pembentukan vesikel. Akantosis
irregular dengan eksositosis dari sel-sel radang biasanya dijumpai.
Parakeratosis stratum korneum yang mengandung kumpulan plasma yang membentuk
krusta. Edema papilari ringan dan dilatasi vaskular dapat dijumpai. Terdapat
infiltrat perivascular superfisial dari limfosit, sedikit eosinofil dan
terkadang neutrofil dan sel plasma.(3,4,6)
·
PYTIRIASIS
ROSEA
Definisi
: Dermatosis inflamatori yang penyebabnya tidak diketahui, mungkin disebabkan
oleh virus.(11)
Lesi
dijumpai pada badan, leher dan bagian atas ekstremitas. (lever) Sering dijumpai
pada remaja dan dewasa muda, jarang mengenai orang > usia 60 tahun.(12)
Patogenesis
Penyebabnya
masih belum diketahui, meskipun virus seperti human herpes virus diduga sebagai
penyebab. Terdapat keterlibatan Cell mediated immunity pada patogenesis
pytiriasis rosea dengan ditemukannya activated
helper-inducer T lymphocyte (CD4/HLA/DR+) pada infiltrat epidermis dan
dermis yang berhubungan dengan
peningkatan jumlah sel langerhan (CD1a+), dan ekspresi dari HLA-DR+ antigen
pada permukaan keratinosit yang terletak disekitar area eksositosis limfosit. (3)
Manifestasi Klinik
Lesi
awal berupa plak bersisik yang berwarna
merah ( lesi target), diikuti oleh beberapa bintik bintik kecil oval bersisik
disekitar ruam (Christmas tree pattern).
Dapat hilang spontan dalam beberapa minggu sampai bulan.(6,11,13)
Gambaran Mikroskopis
Lesi
menunjukkan gambaran infiltrat perivascular pada bagian atas dermis yang
dominan terdiri dari limfosit dan terkadang terdiri dari eosinofil dan
histiosit. Limfosit sampai ke epidermis ( exocytosis), dimana pada epidermis
terjadi spongiosis, edema intraselular, akantosis ringan sampai berat, area
dengan lapisan granular yang berkurang atau hilang dan parakeratosis fokal
dengan sel plasma. Pada beberapa kasus dijumpai intraepidermal spongiotic
vesicle dan beberapa nekrotik keratinosit. Gambaran lanjut menunjukkan
ekstravasasi eritrosit pada papilar dermis, dan kadang meluas sampai ke
epidermis. Terkadang multinucleated keratinosit dapat dijumpai pada epidermis.Dijumpai
pula hiperkeratosis fokal Lesi lanjut membentuk erupsi yang menyebar menyerupai
gambaran psoriasis dan sedikit terjadi peningkatan jumlah eosinofil pada
infiltrat radang.(3,11,13)
SPONGIOSIS KRONIK
·
LIKEN
SIMPLEK KRONIK
Definisi :
Suatu dermatitis dengan penebalan kulit dari jaringan tanduk ( likenifikasi)
karena garukan atau gosokan yang berulang-ulang. Kebanyakan lesi hanya satu
tempat tetapi bisa juga dijumpai pada beberapa tempat.(7,14)
Manifestasi klinis
Merupakan
plak keratotik yang hiperpigmentasi dengan batas yang jelas dengan daerah yang
normal. (7,14)
Gambaran Mikroskopis
Dijumpai
gambaran hiperkeratosis yang berselang seling dengan area parakeratosis, akantosis
dengan perpanjangan yang iregular dari rete ridge, hipergranulosis dan dan
pelebaran dari papila dermal. Sedikit spongiosis dapat dijumpai tapi
vakuolisasi tidak dijumpai. Papilomatosis yang minimal dapat dijumpai. Ekskoriasi,
dengan titik ulcerasi yang dibatasi oleh nekrotik superfisial papilari dermis,
fibrin dan neutrofil sering juga dijumpai, dimana hal tersebut sering dijumpai
dibanyak dermatosis pruritik. Juga dijumpai infiltrat perivaskular superfisial
tanpa eksositosis. Pada papila dermis, dijumpai peningkatan jumlah fibroblast
dan kolagen.(3)
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Sanchez R.L, Raimer S.S,
Dermatopathology. Landes Bioscience. USA. 2001. P 92
2.
Lever,W F. Histopathology of
Skin, Lippincott. Philadelphia. 1967. Fourth Edition p 774
3.
Elder,David E,Levers
Histopathology of The Skin, Ninth Edition Lippincott William and Wilkins,USA, 2005,p 168-169,192-193, 247-250
4.
Sponiotic and Psoriasiform
Dermatitis available at :
5.
Farmer E.R, Hood A.F.
Pathology of The Skin. Prentice Hall International. London 1990. P.63-77
6.
Grant-Kells,Jane M,Color
Atlas of Dermatopathology,Informa Healthcare,USA,2007,p 35-37
7.
Harahap,Mawarli,Ilmu Penyakit
Kulit,Penerbit Hipokrates,Jakarta,1998,hal 116-133
- Baratawidjaja KG,Imunologi
Dasar,edisi 7,FK UI,2006,p.171, 271
9.
Kumar V, Abbas A.K Fausto N,
Pathologic Basis of Disease. Elsavier Saunders. Philadelphia. 2005 p.1253
11. Hantschke
W.K.M, Burdgrorf H K W. Dermatopathology, Springer. Germany.2008 p 28
12. Pityriasis
Rosea available at : http://www.aocd.org/skin/dermatologic_diseases/pityriasis_rosea.html
13. Ackerman,
Bernard A, Differential Diagnose in Dermatopahology, Third Edition
Tidak ada komentar:
Posting Komentar