Selasa, 12 Mei 2015

Amiloidosis

AMILOIDOSIS

PENDAHULUAN
Amiloidosis merupakan penyakit kelainan struktur skunder protein, dimana dalam keadaan normal protein tersebut dapat larut tetapi berubah menjadi tidak larut dan tertumpuk  di dalam jaringan ektrasesuler. Hampir semua jenis amiloidosis mengandung  fibril protein yang disebut Amiloid.(1,2)
Pada mulanya substansi ini dianggap menyerupai amilum sehingga diberi nama “amiloid”, namun saat ini telah diketahui bahwa substansi ini terutama tersusun atas protein (3). Terdapat dua puluh jenis protein fibril yang sudah dikenali dalam amiloidisis, yang masing-masing akan menunjukkan gambaran klinis yang berbeda.(2)
PENGERTIAN
Amiloidosis adalah istilah umum yang digunakan untuk berbagai jenis protein yang secara abnormal mengalami pengendapan di dalam jaringan interstisium (ekstrasesuler) yang mengakibatkan berbagai macam gejala klinis. (1,2,3,4,5,6,,8,10,11,12)
Oleh karena pengendapan amiloid muncul secara tersembunyi, pengenalan klinis pada akhirnya tergantung pada identifikasi morfologis dengan menggunakan mikroskop cahaya, dimana akan dijumpai substansi amiloid dalam spesimen biopsi jaringan.(3)
Sifat Fisik Amiloid
Dengan menggunakan mikroskop elektron, amiloid terutama tersusun atas fibril tidak bercabang dengan lebar 7,5-10 nm.(3,4,5)
Pemeriksaan kristalografi sinar X dan spektroskopi infra merah, amiloid menunjukkan suatu for-masi lembaran berlipat-lipat-β yang bersilangan sehingga prote-in ini sangat tahan terhadap de-gradasi enzimatik sehingga mu-dah tertimbun di dalam jaring-an.(3,4) Selain fibril protein terse-but,  suatu glikoprotein pentagon-nal nonfibril (komponen P) dan proteoglikan merupakan kompo-nen pelengkap dari semua endap-an amiloid.(3)
Kira-kira 95% setiap peng-endapan amiloid terdiri atas pro-tein fibril, sedangkan 5% sisanya merupakan komponen P dan gli-koprotein lainnya.(3)

Sifat Kimiawi Amiloid
Segala jenis amiloid mempunyai karakteristik yaitu apabila diberikan iodium ke jaringan yang mengandung amiloid, akan terbentuk warna coklat.(4)
Diantara dua puluh bentuk protein amiloid yang berbeda secara biokimia yang telah diidentifikasi, ada tiga bentuk yang paling umum, yaitu:(3)
1.    AL  (amiloid rantai ringan) yang berasal dari sel plasma dan mengandung rantai ringan immunoglobulin.
2.    AA (amyloid-associated), merupakan suatu protein non-imunoglobulin yang disintesis di dalam hati.
3.    Amiloid Aβ, ditemukan dalam lesi serebral pada penyakit Alzheimer.
Kedua protein amiloid non-serebral tersebut terendapkan dalam keadaan klinopatologis yang berbeda:
§  Protein AL tersusun atas rantai ringan immunoglobulin yang lengkap, fragmen NH2 –terminal rantai ringan, atau keduanya sekaligus. Protein fibril amiloid tipe AL dihasilkan oleh sel yang menyekresi immunoglobulin dan pengendapannya disertai dengan beberapa bentuk proliferasi sel-B monklonal.(3)

§  Fibril amiloid AA tersusun atas suatu protein dengan massa molekul 8,5 kD yang tidak mempunyai kesamaan dengan immunoglobulin. Protein AA secara khusus terendap pada keadaan inflamasi kronis, protein ini berasal dari prekursor serum yang lebih besar (12 kD) yang disintesis di dalam hati dan disebut protein SAA (Serum Amyloid-Associated).(3)
Keadaan inflamasi kronis, baik lokal maupun infeksi bakteri sistemik, kadang-kadang juga pada neoplasma, yang berhubungan dengan amiloid AA adalah:(7)

-       Rheumatoid arthritis                              - Crohn disease
-       Juvenil Chronic arthritis                                    - Lepra
-       Ankylosing spondylitis                          - Tuberkulosis
-       Psoriasis                                                  - Hodgkin disease
-       Bronchiectasis kronik                            - Renal cell carcinoma, dll.

Beberapa protein lain yang berbeda secara biokimia telah ditemukan dalam endapan amiloid pada berbagai macam situasi klinis, yaitu:

§  Transtiterin (TTR) adalah protein serum normal yang mengikat dan menstrasfer tiroksin dan retinol.
Suatu bentuk mutan transtiterin dan fragmennya terendapkan dalam sekelompok gangguan genetik yang disebut dengan polineuropati amiloid famial.
Transtiterin juga diendapkan dalam jantung pada individu berusia lanjut yang disebut dengan amiloidosis sistemik senilis, tetapi dalam kasus semacam ini struktur molekul transtiterin adalah normal.(3)

§   β2-mikroglobulin, komponen molekul MHC kelas I dan protein serum normal, telah diidentifikasi sebagai subunit fibril amioid (Aβ2m) pada amiloidosis yang menjadi penyulit perjalanan penyakit pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang. Serabut Aβ2m secara struktural serupa dengan protein β2m normal. Protein ini terdapat  dalam kadar yang tinggi di dalam serum penderita penyakit ginjal dan bertahan di dalam sirkulasi. Dalam beberapa penelitian, sebanyak 69% dialisis jangka panjang mengalami pengendapan amiloid dalam sinovium, sendi dan selubung tendon.(3)

§    Protein β-amiloid   (Aβ) , merupakan suatu peptida 4-kD yang mem-bentuk inti plak serebral yang ditemukan pada penyakit Alzheimer serta merupakan amiloid yang terendapkan dalam dinding pembuluh darah serebral pada penderita Alzheimer. Protein A β  berasal dari glikoprotein transmembran yang jauh lebih  besar,   yang  disebut  dengan  protein   precursor   amiloid  (APP).(3)

§    Telah pula dilaporkan adanya endapan amiloid yang berasal dari prekursor berbeda seperti hormon (prokalsitonin) dan keratin.(3)

KLASIFIKASI AMILOIDOIS
Banyak klasifikasi yang digunakan, berdasarkan pada reaksi pulasan, distribusi organ, keterkaitan dengan serat jaringan ikat dan hubungannya dengan keadaan primer. Tetapi yang banyak digunakan adalah berdasarkan jenis protein dan distribusi pada jaringan, yaitu sebagai berikut:(4,6,12)


1.   Amiloidosis Primer
Amiloidosis Primer yaitu keadaan dimana terjadi disposisi amiloid tanpa adanya suatu faktor terkait,. Terdapat dua subkelompok:
·         Amiloidosis  Lokalisata
Dikatakan amiloidosis lokalisata apabila endapan amiloid terbatas pada satu organ saja.(4) Amiloidosis lokal dapat berupa nodul, massa seperti tumor yang dapat timbul di lidah (jarang), laring, kandung kemih, paru-paru dan  kulit (jaringan subkutan).(6)

Tumor amiloid ini sering menyerupai neoplasma sel plasma lokal. Pada penyakit Alzheimer, terjadi penimbunan suatu bentuk khusus amiloid  di jaringan ekstraseluler otak berupa plak.(6)

·         Amiloidosis Generalisata
Pada amiloidosis generalisata dengan distribusi primer, amiloid dapat dijumpai pada jantung, saluran cerna, lidah, kulit dan saraf. Distribusi ini tampak pada amiloidosis primer maupun pada neoplasma  limfosit B (myeloma sel plasma dan limfoma sel B). Suatu immunoglobulin monoklonal yang terbentuk oleh proses keganasan sel plasma yang dapat dideteksi di dalam serum pada lebih dari 90% pasien amiloidosis primer. Pada kasus ini amiloidnya berjenis AL.
 Pada remathoid arthritis, amiloid non-imunoglobulin (amiloid AA)  
 tertimbun dengan pola primer seperti ini.(4,6)

2.   Amiloidosis Sekunder
      Amiloidosis sekunder merupakan amiloidisis yang terjadi akibat komplikasi dari proses inflamasi kronik atau akibat penyakit yang merusak jaringan.(12)
      Sebelumnya amiloidosis sekunder terutama terjadi dalam hubungannya dengan penyakit sifilis, tuberkulosis paru, osteomielitis dan bronkhiektasis. Sekarang hal  ini lebih sering dikaitkan dengan remathoid arthritis dan infeksi traktus urinarius kronik.(6)
3.   Amiloidosis pada Neoplasma
Amiloid terdapat pada stroma pada kebanyakan neoplasma endokrin, seperti pada karsinoma medulla tiroid.
Protein  amiloidnya  adalah  AE,  biasanya   berasal  dari  molekul   prekursor  
      hormon peptide tertentu, misalnya kalsitonin. (4,6)
4.   Amiloidosis Heredofamilial
Amiloidosis familial dilaporkan hanya terjadi pada beberapa keluarga. Tipe amiloidnya adalah AF atau AA. Amiloidosis familial diklasifikasikan sebagai neuropatik, nefrofatik atau kardiak, bergantung pada lokasi yang paling banyak terlibat. Sejumlah sindroma heredofamilial juga  pernah dilaporkan, misalnya polineuropati di Portugal, nefropati dan Demam Mediteranian familial, suatu penyakit yang diturunkan secara autosomal resesif, ditandai dengan demam dan peradangan pada sendi.(4,6,12)
5.   Amiloidosis Senilis
Sejumlah kecil amiloid juga dapat ditemukan di jantung, pankreas, otak dan limfa pada orang usia lanjut.
Frekuensinya meningkat dengan bertambahnya umur, namun efek klinik jarang terjadi. Pada stadium akhir diabetes mellitus, amiloidosis timbul pada pulau Langerhans pankreas.

Ini mungkin merupakan jenis amiloidosis lain yang mengandung polipeptida amiloid pulau Langerhans yang menunjukkan aktivitas hormonal dan mempengaruhi ambilan glukosa dalam otot.(4,6)

EFEK PENIMBUNAN AMILOID
Amiloid ditimbun pada jaringan interstisial, umumnya di dekat membrana basalalis sel dan pembuluh darah kecil. Jaringan yang terkena amiloidosis biasanya akan membesar (hepatosplenomegali, kardiomegali, penebalan saraf perifer).(4)
Jaringan yang terkena juga akan menjadi lebih keras dan kurang kenyal daripada jaringan normal. Oleh karena itu pembuluh darah yang terkena amiloidosis tidak dapat berkontraksi seperti pembuluh darah normal dan cendrung berdarah bila terkena cedera.
Oleh karena itu saat biopsi diagnostik dapat terjadi perdarahan. Efek klinis dan patologis amiloidosis dapat ditunjukkan pada gambar berikut:(4)                                                                                                                                 

PATOGENESIS
Terdapat bukti yang kuat bahwa amiloidosis sistemik mempunyai dasar imunologik.
Amiloidosis primer diketahui terdiri dari rantai ringan immunoglobulin dan keadaan ini dapat merupakan suatu bentuk diskrasia sel plasma. Amiloidosis sekunder biasanya terjadi setelah stimulasi imunologik yang lama seperti infeksi kronik, misalnya remathoid arthritis.(6)
Meskipun prekursor kedua protein amiloid utama telah teridentifikasi, beberapa aspek mengenai etiologinya masih belum jelas.(3)
Pada amiloidosis sistemik reaktif, sepertinya cedera jaringan dan inflamasi yang berlangsung lama menyebabkan peningkatan kadar SAA. SAA disintesis oleh sel hati dibawah pengaruh sitokin, misalnya IL-6 dan IL-1, namun peningkatan produksi SAA tidak dengan sendirinya cukup untuk mengendapkan amiloid.(3)
Peningkatan kadar SAA serum biasa terjadi pada saat terjadi radang tetapi pada sebagian besar kasus tidak menyebabkan amiloidosis. Diyakini bahwa SAA biasanya dipecah oleh enzim yang berasal dari monosit menjadi produk akhir terlarut. Individu yang mengalami amiloidosis dipikirkan telah mengalami suatu kelainan enzim yang mengakibatkan penguraian SAA yang tidak lengkap, sehingga menghasilkan molekul AA yang tidak dapat larut.(3)

GEJALA KLINIS
Gejala klinis amiloidosis sangat bervariasi, tergantung di organ apa yang terjadi  penumpukan amiloid, biasanya dapat mengenai satu atau lebih organ seperti: ginjal, limfa, hati dan jantung.(6,8)
Amiloidosis dapat ditemukan secara tidak sengaja pada saat otopsi pada seorang yang tidak memiliki manifestasi klinis yang berkaitan secara nyata.
Keluhannya tidak khas, seperti kelemahan otot, mudah lelah dan penurunan berat badan, merupakan gejala awal yang paling lazim terjadi.
Dalam perjalanan lebih lanjut, amiloidosis cendrung muncul melalui salah satu dari beberapa cara: melalui penyakit ginjal, hepatomegali, splenomegali atau kelainan jantung.(3)
Serangan pada ginjal yang berat menimbulkan proteinuria berat (sindrom nefrotik) sering kali merupakan penyebab utama munculnya gejala dalam amiloidosis sistemik reaktif.  Perjalan lanjut penyakit ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal yang merupakan penyebab kematian yang penting pada amiloidosis.(3)
Hepatosplenomegali jarang menyebabkan disfungsi klinis yang bermakna, tetapi mungkin merupakan gambaran klinis yang sering muncul. Aritmia jantung merupakan penyebab kematian penting pada amiloidosis jantung. Pernah dilaporkan 40% pasien amiloid AL meninggal dunia karena penyakit jantung.(3)

DIAGNOSIS
Diagnosis amiloidosis dapat diperoleh dari tanda dan gejala klinis namun untuk penegakkan diagnosis yang pasti, uji yang lebih spesifik harus dilakukan. Biopsi yang kemudian diikuti dengan pewarnaan merah-Kongo merupakan alat diagnostik yang paling penting dalam mendiagnosis amiloidosis. Biopsi umumnya diperoleh dari organ yang dicurigai mengandung amiloid.
Spesimen biopsi rektum dan gusi mengandung amiloid pada 75% seluruh kasus amiloidosis.(3)
Pemeriksaan aspirasi lemak abdomen yang diwarnai dengan merah-Kongo merupakan metode yang sederhana dan beresiko kecil yang dapat digunakan secara luas.(3)
Bagaimanapun jenis gambaran klinisnya, amiloidosis dapat jelas ataupun tidak jelas pada pemeriksaan mikroskopis.
Sering kali endapan amiloid dalam jumlah yang kecil tidak dikenali sampai permukaan dari pemotongan organ tersebut diwarnai dengan iodium dan asam sulfat yang menghasilkan warna coklat mahoni.(3)
Jika amiloid terakumulasi dalam jumlah besar, secara makroskopik akan terlihat organ sering kali membesar dan jaringan tampak berwarna abu-abu pucat, konsistensi kenyal dan  berkilat seperti lilin.(3,4)
Secara histologis, pengendapan amiloid selalu dimulai di antara sel, yang sering kali berdekatan dengan membrana basalis. Karena terakumulasi, amiloid akan mengganggu sel yang kemudian akan mengitari dan merusak sel. Pada bentuk amiloid yang disertai imunosit, lokalisasi perivaskular dan vaskular lazim ditemukan.(3)
Diagnostik mikroskopik amiloid hampir seluruhnya berdasarkan atas karakteristik pewarnaannya. Teknik pewarnaan yang paling umum digunakan adalah zat warna merah-Kongo, yang menghasilkan warna merah muda atau merah pada endapan amiloid di bawah pencahayaan biasa. DI bawah pencahayaan yang terpolarisasi, amiloid yang diwarnai dengan merah-Kongo menunjukkan suatu yang disebut pembiasan ganda hijau apel.  Reaksi ini diberikan oleh semua bentuk amiloid yang disebabkan oleh susunan berlipat-lipat-β fibril amiloid.(3,12)

Segala jenis amiloid, dengan pewarnaan Hematoksilin dan eosin (H&E) akan tampak warna merah muda yang homogen. Dengan metil violet, amiloid menampilkan metakromasi, berwarna merah muda. Metakromasi terjadi apabila suatu bahan tercat warna yang berbeda dengan warna catnya.(4)
Amiloid juga dapat diwarnai secara imunohistokimia dengan antibodi yang spesifik terhadap berbagai jenis subtype fibrilnya.(3,4)
Dengan mikroskop elektron dapat diperoleh ketegasan gambar, yang menujukkan adanya fibril tipis tidak terarah yang amorf. (3) 


PENANGANAN
Penanganan awal dari amiloidosis dengan melakukan koreksi terhadap kegagalan organ dan penanganan terhadap apapun penyebab penyakit yang mendasarinya ( seperti:  mieloma, infeksi, atau inflamasi). Penyebab penyakit  sering ditemukan setelah terjadi  kerusakan organ yang nyata. Oleh karena itu, stabilisasi dari fungsi organ menjadi suatu sasaran  penanganan awal yang penting. Penyebab kematian yang paling sering dari  amiloidosis sistemik adalah gagal ginjal.(11)
Amiloidosis yang diwariskan secara  genetik yang disebut  demam Mediterania Familial, yang mana ditandai dengan gejala klinis seperti:  demam, nyeri  sendi dan nyeri abdominal. Keluhan-keluhan ini dapat diredakan dengan pengobatan medikasi Kolkisin. (11)
Kolsikin adalah zat aktif yang diisolasi dari tumbuhan sejenis kunyit padang rumput (dalam bahasa Yunani Colchicon berarti tumbuhan musim gugur), dalam klinis biasa diberikan untuk meredakan penyakit Gouth Arthritis.(10)
Penelitian yang sedang dilakukan saat ini pada pasien  amiloidosis primer  dengan melakukan uji klinis dengan  memakai  medikasi kemoterapi kanker (misalnya  Melfalan [ Alkeran]), bersama dengan transplantasi sel induk (Stem Cell) sumsum-tulang. Hasilnyal sangat menjanjikan, dan penanganan kombinasi ini menjadi alternatif  untuk menangani amiloidosis pada pasien-pasien yang terseleksi, dengan ketentuan bahwa kondisi penyakit yang mendasari penyakit- nya sudah sangat jelas.  Amiloidosis familial sekarang dapat diobati dengan transplantasi hati. Pilihan penangangan cara ini membutuhkan  diagnosis yang akurat dari protein spesifik  terdeposit yang  menyebabkan penyakitnya.(11)

PROGNOSIS

Prognosis pasien amiloidosis pada umumnya buruk, dengan angka harapan hidup rata-rata setelah diagnosis ditegakkan berkisar 1 hingga 3 tahun.(3)

Pada pasien amiloidosis sistemik, prognosis bisa  sangat buruk dan sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif.(4) Pada  amiloidosis AA, prognosis hingga batas tertentu bergantung pada pengendalian kondisi yang mendasari penyakitnya.(3)

Pasien amiloidosis yang disertai myeloma mempunyai prognosis yang lebih buruk lagi, meskipun mereka dapat memberikan respon terhadap obat-obat sitostatika yang digunakan untuk mengobati penyebab penyakit yang mendasarinya. (3)
Uji coba obat-obatan sitotoksika dan imunosupresif masih terus dilakukan tetapi hasilnya masih dievaluasi. Amiloid senilis biasanya ditemukan secara kebetulan pada otopsi, dan biasanya tidak mempunyai efek sistemik.(6)













DAFTAR PUSTAKA

1.    Stevens, A., Lowe, J. Pathology, Second Edition, Mosby, Harcourt Publisher Limited, London, 2000, p 543-548.
2.    Monrad, S.U. et al. Amyloidosis, Transthyretin-Related, available at:
http://.www.emedicine.com.
3.    Kumar, V. et al. Robbins Basic Pathology, 8th ed, Saunders Elsevier, Philadelphia, 2007, p 166-171.
4.    Chandrasoma, P., Taylor, C.R. Ringkasan Patologi Anatomi (Concise Pathology), Edisi 2, EGC, Bandung, 2006, hal 28-31.
5.    Kisilevsky, R. Amyloidosis, In: Rubin, E., Farber, J.L. Pathology, Second Edition, J.B. Lippincott, Philadelphia, 1994, p 1163-1174.
6.    Thomson, A.D., Cotton, R.E. Catatan Kuliah Patologi (Lecture Notes on Pathology), EGC, Bandung,1997, hal 126-128.
7.    Baethge, B. Amyloidosis, Overview, available at: http://.www.emedicine.com.
8.    Amyloidosis Foundation, available at: http://.www.amyloidosis.org.
9.    Amyloidosis-Diagnosis and Treatment Opsions, available at: http://.www.mayoclinic.com.
10. Amyloidosis Glossary of Terms, available at: http://.www.medicineNet.com.
11. Amyloidosis Causes, Diagnosis, Symptoms, and Treatment, available at: http://.www.medicineNet.com.
12. Amyloidosis, available at: http://.www.wikipedia.com.
13. Guidelines on the Diagnosis and Management of AL Amyloidosis, available at: http://.www.bjhguidelines.com.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar