Selasa, 12 Mei 2015

Abortus

Abortus




Pendahuluan
            Abortus merupakan suatu masalah kontroversi yang sudah ada sejak sejarah di tulis orang. Kontroversi karena di satu pihak abortus ada di masyarakat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya jamu dan obat-obat peluntur serta dukun pijat untuk mereka yang terlambat bulan. Di pihak lain abortus tidak dibenarkan oleh agama. Bahkan dicaci, dimaki dan dikutuk sebagai perbuatan tidak bermoral. Pembicaraan tentang abortus dianggap tabu. Sulit ditemukan seorang wanita yang secara sukarela mengaku bahwa ia pernah diabortus karena malu.
            Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil, yang dilaporkan dapat hidup di luar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus dianggap sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Abortus dapat berlangsung spontan secara alamiah atau buatan. Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu dengan obat-obatan atau dengan tindakan medik.1,2
            Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi. Abortus spontan kadang-kadang hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai terlambat haid. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% bila diperhitungkan mereka yang hamil sangat dini, terlambat haid beberapa hari, sehingga wanita itu sendiri tidak mengetahui bahwa ia sudah hamil. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun. Dengan demikian setiap tahun 500.000-750.000 abortus spontan.
            Sulit untuk mendapatkan data tentang abortus buatan di Indonesia. Paling sedikit ada dua sebabnya. Yang pertama, abortus dilakukan secara sembunyi. Yang kedua, bila timbul komplikasi hanya dilaporkan komplikasinya saja, tidak abortusnya.
            Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) diperkirakan 4,2 juta abortus dilakukan setiap tahun di Asia Tenggara, dengan perincian :
• 1,3 juta dilakukan di Vietnam dan Singapura
• antara 750.000 sampai 1,5 juta di Indonesia
• antara 155.000 sampai 750.000 di Filipina
• antara 300.000 sampai 900.000 di Thailand
            Tidak dikemukakan perkiraan tentang abortus di Kamboja, Laos dan Myanmar. Hasil survei yang diselenggarakan oleh suatu lembaga penelitian di New York yang dimuat dalam International Family Planning Perspectives, Juni 1997, memberikan gambaran lebih lanjut tentang abortus di Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Abortus di Indonesia dilakukan baik di daerah perkotaan maupun pedesaan serta dilakukan tidak hanya oleh mereka yang mampu tapi juga oleh mereka yang kurang mampu.1

Pandangan Umum Tentang Abortus Buatan
            Para ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti ahli agama, ahli hukum, sosial dan ekonomi memberikan pandangan yang berbeda terhadap dilakukannya abortus buatan. Ahli agama melihatnya dari kaca dosa dan mereka sepakat bahwa melakukan abortus buatan adalah perbuatan dosa. Begitu pula dengan ahli ekonomi, mereka sepakat bahwa alasan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk membenarkan dilakukannya pengguguran kandungan.
            Pada umumnya para ahli tersebut menentang dilakukannya abortus buatan meskipun jika berhadapan dengan masalah kesehatan (keselamatan nyawa ibu) mereka dapat memahami dilakukannya abortus buatan. Demikian halnya dengan negara-negara di dunia, pada umumnya setiap negara memiliki undang-undang yang melarang dilakukannya abortus buatan meskipun pelarangan tersebut tidak bersifat mutlak. Kita lihat saja misalnya di negara Indonesia, dimana dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 349). Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15 dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Dengan demikian jelas bagi kita bahwa melakukan abortus buatan dapat merupakan tindakan kejahatan, tetapi juga bisa merupakan tindakan ilegal yang dibenarkan undang-undang.3

Ketentuan-ketentuan Abortus Buatan Dalam Perundang-undangan.
            Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 349 dinyatakan sebagai berikut :
Pasal 346 :
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
Pasal 347 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.3,4
Pasal 349 :
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan”.3
            Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Seorang wanita hamil yang sengaja melakukan abortus atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang sengaja melakukan abortus terhadap ibu hamil, dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamilnya mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan abortus tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat (tenaga kesehatan) ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktek dapat dicabut.3
            Pada penjelasan UU No.23 Tahun 1992 Pasal 15 dinyatakan sebagai berikut :
Ayat (1) :
“Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun, dilarang karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan”. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Ayat (2):
Butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebbab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
Butir b : Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
Butir c : Hak utama untuk memberikan persetujuan ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d : Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk oleh pemerintah.
Ayat (3) :
Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehaan mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.3

Peranan Pemeriksaan Patologi Anatomi Pada Abortus
            Abortus terbagi atas beberapa jenis, yaitu: induced abortion, spontaneus abortion dan habitual abortion. Spesimen dari induced abortion, spontaneus abortion dan habitual abortion hanya sedikit perbedaannya. Walaupun demikian tujuan dari pemeriksaan spesimen abortus adalah mengetahui ada tidaknya kehamilan, mengeksklusikan suatu kehamilan ektopik, mengidentifikasikan dugaan suatu abnormalitas plasenta atau janin, mengeksklusikan suatu penyakit kehamilan trofoblastik.5,6
            Yang menandakan adanya kehamilan intrauterin adalah  dijumpai tempat implantasi, sel trofoblas dan villi korion. Kadangkala tidak dijumpai villi korion. Pada keadaan ini, bila dijumpai desidua dengan infiltrasi sel trofoblas ekstravilli dan konversi fisiologis arteriol desidua, yang disebut dengan tempat implantasi telah cukup membuktikan adanya  kehamilan intrauterin. Kadangkala juga dijumpai sedikit villi korion tanpa terlihat adanya tempat implantasi, dimana mungkin villi tersebut berasal dari kehamilan ektopik yang ditransport melalui tuba falopi. Jadi dengan hanya terlihat villi korion tersendiri, tidak selalu menunjukkan adanya kehamilan intrauterin.5,6,7
            Kehamilan dapat diterminasi secara legal atau illegal, dimana kedua tindakan tersebut termasuk induced abortion. Hanya terdapat sedikit perbedaan di antara kedua tindakan tersebut secara patologi, kecuali tindakan illegal lebih sering diikuti dengan komplikasi seperti infeksi uterus dan perforasi. Induced abortion biasanya dilakukan dengan dilatasi dan kuretase, injeksi intraamnion dengan cairan saline hipertonik atau urea dan dengan cara lain. Secara patologi, induced abortion ditandai dengan adanya perdarahan dan nekrosis di bawah chorionic plate, trombosis intervilli, nekrosis amnion dan kadangkala obliterasi pembuluh darah korion. Sebagai tambahan jaringan villi sering tampak pucat sampai hemolisis.5,6


            Pada spontaneus abortion, spesimen terdiri dari jaringan embrio, desidua dan jaringan placenta. Spesimen mungkin memiliki embrio yang lengkap atau tidak lengkap, tidak ada jaringan embrio atau hanya kantong janin. Perubahan patologi pada villi dapat terlihat, tetapi hal ini tidak memberikan informasi tentang penyebab abortus tersebut. Biasanya perubahan patologi yang terlihat lebih dihubungkan dengan waktu kematian janin dan umur janin dibandingkan dengan penyebab abortus. Berikut ini adalah perubahan-perubahan yang umum terlihat:
  • Umur janin di bawah 7 minggu:
-          Villi hidropik.
-          Penipisan pelapis trofoblas.
-          Kurangnya terlihat sel-sel darah merah dan kapiler-kapiler villi.
  • Umur janin 7-8 minggu:
-          Villi hidrop yang fokal.
-          Sklerosis stroma villi yang fokal.
-          Kapiler-kapiler villi dengan berbagai derajat obliterasi pembuluh darah.
-          Dijumpai sel-sel darah merah berinti,yang mungkin naked pada stroma.
-          Peningkatan syncytial knoting.
-          Penebalan membran basal trofoblas.
  • Umur janin  8-12 minggu:
-          Peningkatan fibrosis villi dengan stroma yang collagenous.
-          Obliterasi pembuluh darah villi.
-          Ratio sel-sel darah merah berinti dengan yang tidak berinti berubah dari 100% menjadi 10%.
-          Mineralisasi membran basal trofoblas dan stroma villi.
-          Deposisi fibrinoid perivilli.5,7
            Alasan terjadinya perubahan hidropik pada spesimen abortus belum sepenuhnya diketahui. Setelah janin meninggal, trofoblas melanjutkan transport air dari ruang intervilli ke dalam villi yang tidak dapat dihentikan dengan berhentinya sirkulasi janin, sehingga villi membesar. Vaskularisasi villi muncul pada sekitar umur 6,5 minggu, sehingga setiap konsepsi yang mencapai umur tersebut akan terlihat kapiler-kapiler villi, sel-sel darah merah berinti dan berkurangnya perubahan hidropik.5
            Habitual abortion merupakan suatu kondisi seorang wanita mengalami tiga kali atau lebih spontaneus abortion. Penyebabnya biasanya infeksi, lupus eritematosus, penyakit jantung pada ibu, penyakit endokrin, kelainan kromosom parental, gangguan imunologi, ibunya merokok.5,6





Referensi

  1. Azhari. Masalah abortus dan kesehatan reproduksi wanita. Palembang: Seminar kelahiran tidak diinginkan (aborsi) dalam kesejahteraan reproduksi remaja, 2002: 1-19.
  2. Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: PT Gramedia, 1991: 795.
  3. Syafruddin. Abortus provocatus dan hukum. Medan: USU digital library, 2003: 1-6.
  4. Hamdani N. Ilmu kedokteran kehakiman. Edisi kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992: 206-212.
  5. Baergen RN. Manual of Benirschke and Kaufmann’s pathology of the human placenta. New York: Springer, 2005: 173-189.
  6. Benirschke K, Kaufmann P, Baergen R.N. Pathology of the human placenta. Fifth Edition. New York: Springer, 2006: 762-787.
  7. Nayak SK. Pathology of abortion: essential abortion. Journal of obstetric and gynaecology, September 1968; 32(3): 316-324.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar