Jumat, 22 Mei 2015

AMELOBLASTOMA

AMELOBLASTOMA PADA MAKSILA

Pendahuluan
            Ameloblastoma merupakan tumor jinak yang berasal dari odontogenik ektoderm yang secara lokal bersifat agresif invasif. Insiden ameloblastoma sekitar 1% dari seluruh tumor oral. Mandibula lebih sering terkena amelobalstoma empat kali lipat jika dibandingkan dengan maksila. Tidak ada perbedaan jenis kelamin untuk terkena ameloblastoma.1
Walaupun tumor dapat mengenai berbagai usia, dalam literatur dikatakan bahwa usia termuda yang penderita ameloblastoma usia 21 bulan, rata-rata penderita pada dekade ketiga  dan keempat.1,2 Lokasi yang paling sering pada mandibula  bagian posterior, yaitu pada regio molar. Tumor relatif jarang dijumpai pada regio anterior.3

Tinjauan Pustaka
            Ameloblastoma (adamantinoma) merupakan tumor tersering dijumpai rahang yang berasal dari epitel odontogenik. Ameloblastoma dijumpai 1% dari seluruh tumor oral dan bentuk kistik merupakan jenis yang tersering dijumpai pada mandibula.2 Lebih dari 80% tumor dijumpai pada mandibula dan 70% berada regio ramus molar. Massa tumor dapat bersifat kistik, solid atau campuran dari keduanya. Keadaan yang paling sering dijumpai adalah terjadinya degenerasi kistik sehingga menimbulkan krepitasi pada saat dilakukan palpasi.4

Etiologi
Tumor dapat berasal dari epitel pelapis kista dentigerous, dari sisa lamina dental dan organ enamel atau dari membran basalis mukosa oral sehingga memberikan gambaran histologis yang berbeda-beda.2,3,4

Insiden  
            Ameloblastoma dapat terjadi pada semua umur. Usia paling muda dijumpai pada usia 21 bulan dan rata-rata penderita pada dekade ketiga dan keempat. Tidak ada perbedaan jenis kelamin untuk terkena ameloblastoma.1,2,3,4,5
Klasifikasi Tumor Jinak Odontogenik pada rahang
I.                   Epithelial odontogenic tumors (With no inductive change in connective tissue)
1.      Ameloblastoma
2.      Odontogenic adenomatoid tumor (Adenomatoid odontogenic tumor)
3.      Calcifying epithelial odontogenic tumor (Pindborg tumor)
II.                Mixed odontogenic tumors – Epithelial and Mesenchymal (With inductive change in connective tissue)
1.      Ameloblastic fibroma
2.      Ameloblastic odontoma
3.      Ameloblastic fibroma-odontoma
4.      Odontomas
III.             Mesenchymal Odontogenic Tumors
1.      Odontogenic myxoma (myxofibroma)
2.      Odontogenic fibroma
3.      Cementifying (ossifying) fibroma
4.      Benign cementoblastoma3

Gambaran Klinik
            Pada umumnya ameloblastoma bersifat asimptomatik dan tumor jarang ditegakkan pada masa awal perkembangan. Secara klinik pertumbuhan tumor relatif  lambat dan kadang-kadang tidak disertai dengan pembengkakan intraoral. Pada beberapa kasus disertai dengan keluhan nyeri, hilang rasa, sakit gigi, gigi yang bergeser, mal-oklusi, ulserasi, berhubungan ke sinus, obstruksi nasal dan epistaksis. Fraktur patologik jarang dijumpai.1 Perjalanan penyakit dapat berlangsung dari beberapa minggu sampai puluhan tahun.2
Ameloblastoma bersifat invasif dan mempunyai kecenderungan untuk rekuren. Metastasis dapat terjadi bila telah menjadi ameloblastoma malignan dan tempat yang tersering adalah  paru dan sistem saraf pusat.2,7



Patologi
Diagnosis ameloblastoma dapat ditegakkan secara pemeriksaan biopsi aspirasi. Pada sediaan hapus didapatkan sel-sel basaloid dengan inti bentuk bulat atau spindel yang tersusun dalam kelompokan-kelompokan atau gambaran pseudopapiler. Kadang-kadang dapat dijumpai sel-sel epitel tatah dengan atau tanpa mengalami keratinisasi.6
Secara makroskopis, massa dapat berupa solid, kistik atau multikistik dan intraoseseus atau ekstraosseus, tetapi jarang unikistik.7
Secara mikroskopis, ameloblastoma tersusun atas kelompokan sarang-sarang yang berasal dari epitel ameloblastik yang dipisahkan oleh jaringan ikat.1 Dijumpai beberapa subtipe  pada ameloblastoma, yaitu folikular, pleksiform, akantomatous, papilliferous-keratotik, granular cell, desmoplastik, vaskular dan ameloblastoma yang diinduksi oleh dentinoid (dentinoameloblastoma). Secara umum gambaran yang paling dominan adalah subtipe folikular dan pleksiform yang sangat menyerupai gambaran organ epitel dental. Pada tipe folikular, epitel bagian dalam dental dilapisi oleh pelapis epitel torak dengan polarisasi inti yang menjauhi membran basalis. Bagian tengah dari pulau-pulau epitel terdiri dari sel-sel yang membentuk retikulum stellata. Bila terjadi metaplasia pada sel-sel epitel tatah akan menyebabkan terjadinya gambaran akantomatous. Pada subtipe pleksiform,  menunjukkan massa yang irregular dan gambaran seperti jari-jari (interdigitating) dengan stroma yang minimal. Kadang-kadang pada stroma dapat dijumpai multinucleated giant cell..1,2,7,8,9,10

Imunohistokimia
            Secara imunohistokimia, ameloblastoma memberikan reaksi positif kuat terhadap keratin yang mengelilingi lapisan dentin yaitu dengan  CK5 dan CK14, sedangkan untuk melihat adanya retikulum stellata dengan CK8, CK18 dan CK19.2,7

Diagnosis
            Diagnosis ameloblastoma tidak dapat ditegakkan hanya berdasarkan radiologi saja. Secara radiologi, apabila djumpai gambaran multinodular overlapping akan memberikan gambaran soap-bubble atau honeycomb appearance. Secara patologi, untuk pemeriksaan awal dapat dilakukan biopsi aspirasi.1
Diagnosis banding
            Sebagai diagnosis ameloblastoma adalah kista odontogenik dan squamous cell carcinoma sebagai varian dari akantomatous ameloblastoma.7
 DAFTAR PUSTAKA

  1. Maxillary Ameloblastoma, available at : http://www.cancer.org
  2. Rosai, Juan, Ackerman’s Surgical Pathology, 8th edition, Mosby, 1996, p. 271-4.
  3. Odontogenic Tumor, available at : http://www.OdontTumors.pdf
  4. Odontogenic Adenomatoid Tumor (Adenoameloblastoma), available at : http://www.chapter14OdontogenicBenignTumorsoftheJaw.com
  5. Kissane, John M., Anderson’s Pathology, volume II, ninth edition, Mosby, 1985, p. 1121-2.
  6. Orell, Svante R. et all, Fine Needle Aspiration Cytology, fourth edition, Elsevier, 2005, p. 52.
  7. Maxillary Ameloblastoma, available at : http://www.bcm.edu./
  8. Gowing, N.F.C., A Colour Atlas of Tumour Histopathology, Wolfe, 1980, p.29.
  9. Rubin, Emanuel, Pathology, volume II, third edition, Lippincott Williams & Wilkins, 1999, p.1310-1.
  10. Mills, Stacey E., Stenberg’s Diagnostic Surgical Pathology, fourth edition, volume 1B, Lippincott Williams & Wilkins, 2004, p. 922-4.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar