Selasa, 12 Mei 2015

MOLA HIDATIDOSA



MOLA HIDATIDOSA

PENDAHULUAN

Penyakit trofoblastik gestasional atau gestational trophoblastic disease (GTD) adalah sekelompok gangguan yang berhubungan dengan kehamilan yang melibatkan proliferasi jaringan trofoblas yang abnormal. Yang termasuk dalam GTD antara lain mola hidatidosa (hydatidiform mole atau HM), baik mola parsial (partial hydatidiform mole atau PHM) maupun mola komplit (complete hydatidiform mole atau CHM), mola invasif (invasive mole atau IM) juga tumor ganas koriokarsinoma (CC) dan placental site trophoblastic tumour (PSTT).1,2,3,4,5,6

Hippocrates mungkin orang pertama yang menggambarkan GTD sekitar 400 SM dalam deskripsinya tentang “dropsy” dari uterus. Dan pada observasi lain, Marchand pertama kali menghubungkan mola hidatidosa dengan kehamilan pada tahun1895.6

Secara fisiologis jaringan trofoblas normal menginvasi endometrium secara agresif dan mengembangkan pembuluh darah rahim yang banyak, menghasilkan hubungan yang intim antara janin dan ibu yang dikenal sebagai plasenta. Trofoblas normal dapat berinvasi ke dalam pembuluh darah ibu sehingga dapat terdeteksi dengan PCR. Invasi merupakan salah satu perilaku ganas, namun perilaku ini secara ketat terkontrol dalam trofoblas normal/sehat. Dalam GTD mekanisme regulasi gagal, sehingga terjadi gangguan yang sangat invasif, metastatik, dan sangat vaskular.6


Sekarang ini telah terdapat kemajuan dalam protokol pengelolaan dan tindak lanjut yang berarti bahwa tingkat kesembuhan secara keseluruhan dapat melebihi 98% dengan mempertahankan kesuburan, dibandingkan 60 tahun yang lalu di mana kebanyakan wanita akan meninggal akibat keganasan. Keberhasilan ini dapat dijelaskan oleh perkembangan pengobatan yang efektif, penggunaan human chorionic gonadotropin (ß-hCG) sebagai biomarker, dan sentralisasi perawatan.6,7,8 Jika terdapat bukti persisten atau menetapnya GTD, yang biasanya diketahui dari tetap tingginya ß-hCG, keadaan ini disebut sebagai gestational trophoblastic neoplasia (GTN) atau gestational trophoblastic tumours (GTT). Sekitar 10 % dari mola hidatidosa mengalami transformasi menjadi salah satu bentuk GTN. Choriocarcinoma paling sering terjadi setelah kehamilan mola tetapi juga dapat tejadi pada kehamilan normal, kehamilan ektopik atau abortus.9,10,11

DISKUSI

Kata mola berasal dari bahasa Latin yang berarti massa tak berbentuk, sedangkan kata hidatidosa berasal dari bahasa Yunani: hydatis yang berarti tetesan air yang menunjukkan kista yang berisi air. 11

Keberagaman lesi yang terlihat pada penyakit trofoblas gestasional dinyatakan oleh penelitian morfologis, epidemiologi, imunohistokimia, dan sitogenetika. Pengenalan dan pemisahan kategori individual penyakit trofoblas gestasional adalah penting karena setiap entitas penyakit memiliki manifestasi klinis yang khas dan masing-masing membutuhkan pendekatan terapi yang berbeda. 9

Klasifikasi GTD oleh World Health Organization (WHO) berdasarkan perbedaan gambaran histologik dapat dilihat pada tabel 1. Gambaran umum GTD adalah karena menghasilkan ß-hCG yang merupakan penanda adanya persistensi dan progresifitas kelainan trofoblas. Mola hidatidosa, merupakan bentuk yang umum dari GTD, dan kebanyakan ditemukan pada saat kuret endometrium.4

Tabel 1. Klasifikasi GTD oleh WORLD HEALTH ORGANIZATION.3,4,6,9

Hydatidiform mole
Complete
Partial
Invasive mole
Choriocarcinoma
Placental site trophoblastic tumor
Epithelioid trophoblastic tumor
Miscellaneous trophoblastic lesions
Exaggerated placental site
Placental site nodule

Di negara Barat, mola hidatidosa ditemukan 1 dari 1000 – 1500 kehamilan. Mola hidatidosa sering ditermukan secara kebetulan sekitar 1 dari 600 dari kasus therapeutic abortions. 2,4,5,6,10,11,12

Di negara Asia, rata-rata kehamilan mola 15 kali lebih tinggi daripada di Amerika Serikat. Di Jepang dilaporkan rata-rata 2 kasus dari 1000 kehamilan. Di Taiwan dilaporkan 1 kasus dari 125 kehamilan dan di Indonesia 1 kasus dari 82 kehamilan.2,3,6,7,8,12,13

Mola hidatidosa (disebut juga kehamilan mola) adalah suatu kehamilan patologis dimana sebagian atau seluruh vili khorialis mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung seperti anggur, degenarasi kistik, terjadi proliferasi trofoblas, dan edema pada stroma villus.1,2,3,10,11

Sampai saat ini etiologi mola hidatidosa belum diketahui dengan pasti, tetapi ada beberapa faktor resiko yang diketahui berperan dalam munculnya mola hidatidosa, antara lain :

1. Faktor usia: terjadi pada usia reproduktif, resiko tinggi pada usia ekstrim (umur saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 40 tahun).

2. Faktor gizi: defisiensi protein dan lemak hewani, asam folat, histidin, dan beta karoten

3. Faktor etnis: Mongoloid lebih beresiko dari etnis Kaukasian

4. Faktor riwayat obstetri: pernah mola hidatidosa atau gemelli

5. Faktor biologis: defek pada ovarium atau uterus

6. Faktor genetik: adanya kelainan pada kromosom.

7. Faktor golongan darah: lebih sering terjadi pada pasangan golongan darah A dengan golongan darah O

8. Faktor sosioekonomik : lebih sering terjadi pada keadaan sosioekonomik yang rendah.6,7,10,11,12,13,14,15,16

Mola hidatidosa, berdasarkan sitogenetik dan gambaran histopatologik (gambar 3) terbagi dua, yaitu :

1. Mola komplit (Complete moles/CM ) :

· Adalah diploid dan berasal androgenik, tanpa bukti adanya jaringan janin

· Biasanya terjadi akibat duplikasi sperma tunggal setelah memfertilisasi ovum yang ‘kosong’.

· Bisa juga terjadi setelah fertilisasi oleh dua sperma terhadap ovum yang ‘kosong’

2. Mola parsial (Partial moles/PM)

· Biasanya ada bukti adanya janin atau sel darah merah janin.

· Biasanya triploid, dengan dua set gen haploid paternal dan satu set gen haploid maternal.

· Hampir selalu terjadi akibat fertilisasi dispermik terhadap sebuah ovum. 10 % mola parsial merupakan tetraploid atau konsepsi mosaik.3,4,5,6,10,11

Secara genetik, sebanyak 90% CM merupakan 46XX androgenetic karyotype, dan 10%-nya adalah 46XY yang berasal dari 2 sperma.5,6 Penemuan dari beberapa studi menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan mola yang berulang dapat merupakan mola yang biparental dengan adanya mutasi pada regio kromosom 19q13.3-13.4 di mana terjadi mutasi gen NLRP7 (gambar 3).6


Perbandingan mola komplit dan mola parsial dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan mola komplit dengan mola parsial.9
Complete Mole

Partial Mole

Preoperative diagnosis

Hydatidiform mole
+++
+/-

Spontaneous abortion
++
++

missed abortion
+/-
+++
Heavy bleeding
+++
+
Toxemia
++
+/-
Uterus large for dates
++
+/-
Uterus small for dates
+/-
++
fetus present
-
+
Serum hCG level
+++
+/++
Cytogenetics
XX or XY (all paternal)
XXY or XXX (2:1, paternal:maternal)
Behavior
10%–30% persistent GTD
0.5%–4% persistent GTD

Diagnosa mola hidatidosa melalui manifestasi klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan radiologi. Pasien CM biasanya datang karena keluhan perdarahan pada awal kehamilan. Gambaran klinis yang dahulu dilaporkan sebagai gejala klinis mola, antara lain anemia, pembesaran uterus (tidak sesuai usia kehamilan), hiperemesis, pre-eklamsia dini, hipertiroidisme, dan gangguan pernafasan, sekarang sudah jarang ditemukan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan rutin dari teknologi high-resolution ultrasonography (USG) dalam pemeriksaan kehamilan pada masa trimester pertama, sehingga sebagian besar mola didiagnosis secara dini sebelum timbul tanda dan gejala klasik, bahkan sebelum terjadinya perdarahan pervaginam.6,9,10,11,12

PM berlangsung lebih lambat dan timbul sedikit lebih lama pada trimester pertama atau awal trimester kedua, dibanding mola komplit. Tetapi juga dengan manifestasi perdarahan pervaginam, atau dengan aborsi inkomplet dan missed abortion, yang biasanya berupa perdarahan vagina dan tidak adanya denyut jantung janin. Diagnosa dini mola parsial lebih kompleks dan lebih sulit.11,13,14,15,16,17

GTD harus selalu dipertimbangkan apabila seorang pasien dengan perdarahan pervaginam yang berkelanjutan setelah persalinan atau abortus.11,12

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Quantitative ß-hCG

dapat merefleksikan volume tumor. Kadar hCG lebih dari 100.000 mIU/mL bahkan dapat mencapai 1 juta mIU/ML, mengindikasikan pertumbuhan trofoblas yang berlebihan dan dugaan adanya kehamilan mola haruslah disingkirkan. Kadar hCG pada kehamilan mola bisa saja normal.

2. Hitung darah lengkap dengan trombosit

3. Fungsi pembekuan (Clotting test)

4. Tes fungsi hati

5. Blood urea nitrogen (BUN) dan kreatinin serum.

6. Tes fungsi tiroid (TSH, T4 bebas)

7. Serum inhibin A dan activin A.3,4,5,6,11
Bagaimana pun pemeriksaan kadar hCG merupakan standard pemeriksaan.2,6,10,11 Kadar hCG jauh lebih penting dalam tindak lanjut.11
Pada pasien ini tidak diketahui hasil pemeriksaan hCG baik dari urine maupun serum.
Beberapa pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dalam mendiagnosa maupun untuk mengetahui adanya invasi jaringan mola.

v USG : karakteristik gambaran mola komplit pada USG menunjukkan rongga

uterus yang berisi massa heterogen (yang disebut ‘snowstorm’), tanpa

adanya pertumbuhan janin ( lihat gambar 4) dan juga terlihat kista lutein

pada ovarium.

v Chest X-ray atau CT scan paru-paru untuk mendeteksi metastasis ke paru-paru.

v CT scanning untuk melihat metastasis ke hati atau intra-abdominal.

v MRI atau CT scanning untuk mendeteksi adanya metastasis ke otak.

Sekali diagnosis kehamilan mola ditegakkan, maka suatu tindakan baseline chest radio-graph seperti rontgen dada haruslah dilakukan. Paru-paru merupakan tempat metastasis primer untuk tumor trofoblas ganas (malignant trophoblastic tumor). 6,11,17,18,19,20,21

Gambaran makroskopis CM yang khas digambarkan sebagai “seikat anggur” berupa gelembung-gelembung putih yang tembus pandang, berisi cairan jernih dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai 2 cm, dengan berat total biasanya lebih dari 200 gr (gambar 5 dan 6).5,6,7,8,9

Gambaran mikroskopis CM secara klasik adalah pembengkakan hidrofik villi korialis disertai pembentukan sisterna di bagian sentral dan tidak adanya vaskularisasi villi. Substansi villi terdiri dari stroma edematosa miksomatosa longgar. Epitel korion menunjukkan proliferasi sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas. Proliferasi mungkin ringan, tetapi banyak kasus tampak hiperplasia yang mencolok. Gambaran yang khas lainnya adalah tidak dijumpainya kantung gestasional, amnion, umbilical cord, dan jaringan fetus baik pembuluh darah ataupun eritrosit janin.2,3,4,7,8,9,12,13,14,15,16,17,18

Mola komplit dini (early complete mole) yang dideteksi pada usia kehamilan < 12 minggu, secara makroskopis mungkin tidak menunjukkan villi hidropik yang nyata. Secara mikroskopik menunjukkan villi terminalis yang berbentuk bulbous (adanya budding), seperti bunga kol, dengan stroma villi yang hipersellular dan adanya karyorrhexis. Villi mungkin masih mengandung pembuluh darah, tetapi biasanya kolaps. Yang paling penting adalah tampak proliferasi trofoblas yang abnormal, ditandai oleh lapisan trofoblas lebih dari dua lapis.4,8

Dalam gambaran makroskopik untuk membedakan CM dengan PM adalah jumlah jaringan pada PM lebih sedikit dibandingkan dengan CM, biasanya tidak lebih dari 200 cc. Spesimen yang terlihat besar, hidrofik vilus seperti yang terlihat pada mola komplit bercampur dengan jaringan plasenta non-mola. Pada beberapa kasus mola parsial dijumpai fetus, dan biasanya menunjukkan gangguan pertumbuhan. 8,9,12,13,14,15,16,17,18

Secara mikroskopik dapat dijumpai gambaran yang khas dari PM yaitu campuran dari dua populasi villi korialis yang berbeda di mana tampak villi dari berbagai ukuran dengan degenerasi hidropik, kavitasi, dan hiperplasia trofoblas yang minimal dan fokal. Juga ditemukan scalloping villi yang berlebihan, dan pseudoinklusi stroma trofoblas yang menonjol dan ditemukan jaringan embrionik atau janin. 7,8,9

Dasar dari diagosa mola hidatidosa adalah pemeriksaan yang terperinci terhadap morfologi jaringan yang diwarnai dengan pewarnaan rutin hematoxylin dan eosin (H&E). Walaupun demikian pada keadaan di mana sediaan sedikit, nekrosis dan pada kehamilan dini, diagnosa menjadi sangat sulit.8 Pewarnaan immunohistokimia dapat digunakan untuk membedakan mola komplit atau parsial. PCR dan flowsitometri digunakan pada kasus yang sulit untuk mengetahui dasar genetika (apakah maternal atau paternal atau biparental, apakah euploidy, triploidy atau tetraplody).1,4,5,8,11

Immunohiskima CM menunjukkan overekspresi dari beberapa faktor-faktor pertumbuhan, antara lain c-myc, epidermal growth factor, dan c-erbB-2, dibandingkan dengan plasenta yang normal. Immunohistokimia yang paling bermanfaat saat ini adalah dengan penanda p57KIP2 yang merupakan suatu gen yang berasal dari alel ibu di dalam kebanyakan jaringan. p57KIP2 yang diekspresikan di dalam sitotrofoblas dan mesenkim villi, dengan jelas berkurang atau negatif pada CM, dibandingkan pada PM dan hydropic abortion (HA) yang dieskpresikan kuat. Oleh karena itu, bermanfaat di dalam kasus-kasus yang sulit terutama untuk membedakan CM dan PM.5,7,8,9,18,19

Mola komplit mempunyai resiko terbesar untuk terjadinya GTN (GTT atau penyakit trofoblas ganas/ PTG) yang dapat berupa mola invasif (IM), koriokarsinoma (CC) atau placental site trophoblastic tumour (PSTT). Inilah sebabnya mengapa perlu dibedakan antara CM, PM dan abortus non mola (tabel 3).1

GTN/PTG adalah tumor ganas yang berasal dari sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas yang menginvasi miometrium dan merusak jaringan sekitarnya dan pembuluh darah sehingga menyebabkan perdarahan-perdarahan. 20

Gambaran hiperplasia trofoblas dan atipia pada CM pada beberapa kasus sangat mirip dengan gambaran yang ditemukan pada koriokarsinoma. Sebagai pedoman, selama ditemukan villi yang edematous tanpa memandang tingkat proliferasi trofoblas, maka kelainan tersebut masih berupa mola hidatidosa. Selain itu untuk mendiagnosa koriokarsinoma harus ditemukan gambaran adanya nekrosis dan pertumbuhan infiltrative bersifat merusak dari trofoblas ke dalam miometrium.4,5,19,20,21

Dalam pemeriksaan mikroskopis pada kasus ini dijumpai adanya hiperplasia trofoblas disertai adanya atipia, dan juga nekrosis dan perdarahan-perdarahan di beberapa tempat. Yang

menunjukkan gambaran seperti koriokarsinoma. Dalam kasus ini diambil kesimpulan sebagai mola disebabkan masih dijumpainya villi yang edematous. Dan jaringan diperoleh dari kuretase endometrium sehingga invasi trofoblas pada miometrium tidak dapat dilihat. Walaupun demikian dinyatakan sebagai mola dengan resiko tinggi (high risk mole) berdasarkan gambaran yang mengarah kepada koriokarsinoma.

Dalam penatalaksanaan kemoterapi profilaksis untuk mola hidatidosa masih merupakan suatu hal yang controversial karena hanya 20 % wanita dengan mola yang mengalami keganasan (GTN/PTG). Sebagai terapi, dilakukan tindakan evakuasi mola dengan cara dilatasi dan kuretase. Penderita mola hidatidosa tidak memerlukan diet khusus, namun memerlukan evaluasi ß-hCG secara teratur sesuai rekomendasi dokter. Quantitative ß-HCG sebaiknya dimonitor terus-menerus selama satu tahun setelah evakuasi mola sampai hasilnya negatif.5,11

Penderita mola hidatidosa sebaiknya tidak hamil selama setahun untuk menghindari berkembangnya ke arah keganasan. Kontrasepsi yang efektif dan adequate haruslah digunakan. Jika terjadi kehamilan, peningkatan kadar ß-hCG tidak dapat dibedakan dengan proses penyakit. Setelah evakuasi uterus, pelvis (panggul/pinggul) perlu diistirahatkan selama 4-6 minggu. Risiko kambuh lagi adalah sebesar 1 - 2%. Setelah dua kehamilan mola atau lebih, maka risiko kambuhnya dilaporkan sebesar 1 dari 6,5 kasus hingga 1 dari 17,5 kasus. Walaupun demikian, wanita yang pernah menderita mola hidatidosa dapat melahirkan normal. 5,11

DAFTAR RUJUKAN
1. Fisher R.A.; Sebire N. J. : Gestational Trophoblastic Disease in Biology and Pathology of Trophoblast, Cambridge University Press, 2006 : 74 – 93.


2. Kumar V. ; Abbas A. K. ; Fausto N. : Hydatidiform Mole (Complete and Partial). In: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7ed, Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005 :1110 - 13


3. Baergen R. N. : Manual of Benirschke and Kaufmann’s Pathology of the Human Placenta; Springer Science+Business Media, Inc. USA, 2005 : 417 – 45.


4. Mazur M. T.; Kurman R. J. : Diagnosis of Endometrial Biopsies and Curettings. A Practical Approach, Second Edition. Springer Science+Business Media, Inc., 2005 : 67 – 94.


5. Moore L. E. : Hydatidiform Mole . eMedicine. (Diperbaharui 27 Januari 2010). Diakses 2 September 2010 di : http://emedicine.medscape.com/article/254657-overview.


6. Seckl M. J., Sebire N. J., Berkowitz R. S. : Gestational trophoblastic disease. Seminar. (Dipublikasi online 28 Juli 2010). Diakses 2 September 2010 di : download.thelancet.com/flatcontentassets/pdfs/S0140673610602802.pdf.


7. Gestational Trophoblastic Disease. The Doctor’s doctor. (Diperbaharui 17 November 2006). Diakses 2 September 2010 di :


http://www.thedoctorsdoctor.com/diseases/gestationaltrophoblasticdisease.htm


8. Sebire N. J., Fisher R.A., Rees H. C. : Histopathological Diagnosis of Partial and Complete Hydatidiform Mole in the First Trimester of pregnancy. Pediatric and Developmental Pathology 6. 2002 : 69-77. Diakses 2 September 2010 di : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12469234.


9. Mills S.E., Carter D., Greenson J.K., Oberman H.A., ReuterV.E., Stoler M.H. : Gestational Trophoblastic Disease. In : Sternberg’s Diagnostic Surgical Pathology. 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2004 : 2276-96.


10. Medical Disability Advisor : Hydatidiform mole. MDGuidelines. Diakses 2 September 2010 di : http://www.mdguidelines.com/hydatidiform-mole.


11. Tidy C. : Gestational trophoblastic disease. (Diperbaharui 3 Agustus 2010). Diakses 2 September 2010 di : www.patient.co.uk › PatientPlus.


12. Genest DR, Berkowitz RS, Fisher RA, Newlands ES, Fehr M. Gestational Trophoblastic Disease. In: Pathology and Genetics of Tumours of the Breast and Female Genital Organs. World Health Organization Classification of Tumours; Lyon, IARCPres; 2003:250-4.


13. Rosai J. Gestational Trophoblastic Disease. In: Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology: Philadelphia, Mosby-Elsevier; 2004(9):1740-49.


14. Chandrasoma P, Taylor CR. Gestational Trophoblastic Disease. In: Concise pathology. USA; Appleton & Lange, 2001(3):812-813.


15. Rubin E, Strayer DS. Farber. Gestational Trophoblastic Disease. In: Rubin’s Pathology: Clinicopathologyc Fondation of Medicine. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins, 1999(5):836-39


16. Hernadez E. : Gestational Trophoblastic Neoplasia.eMedicine Obstetric and Gynecology. (Diperbaharui 16 maret 2010). Diakses 2 September 2010 di : http://emedicine.medscape.com/article/279116.


17. Gerulath A. H.: Gestational Trophoblastic Disease. SOGC Clinical Practice Guidelines No. 114, May 2002 : 434-9, Diakses 2 September 2010 di : www.sogc.org/guidelines/public/114E-CPG-May2002.pdf.


18. Rich W. M. : Gestational Trophoblastic Disease. Diakses 2 September 2010 di : www.gyncancer.com/gest.html.


19. Soma H., Osawa H., Oguro T., Yoshihama I., Fujita K., Mineo S., et al : p57kip2 immunohistochemical expression and ultrastructural findings of gestational trophoblastic disease and related disorders. Medical Molecular Morphology. Vol. 40. 95-102. 2007. Diakses 2 September 2010 di :


P57 kip2www.springerlink.com/index/A42546P653X301P8.pdf.


20. Soekimin. : Penyakit Trofoblas Ganas. ( Dipublikasi 2005 ). Diakses 2 September 2010 di : repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/2042/1/patologi-soekimin3.pdf.


21. Choriocarcinoma. Pathconsult.Elsevier Inc.(Diperbaharui 12 maret 2006). Diakses 2 September 2010 di : http://www.pathconsultddx.com/pathCon/diagnosis?pii=S1559-8675(06)70156-5.

















2 komentar: