ABNORMALITAS
DAN PATOGENESIS NEUROENDOKRIN RESEPTOR ESTROGEN POSITIF PADA KARSINOMA MAMMMA
Abstrak
Karsinoma mamma pada wanita dapat
timbul dalam manifestasi yang berbeda, tergantung ada atau tidaknya reseptor
estrogen (ER). ER (+) dan ER (-) berhubungan dengan adanya onkogen, ER (+) biasanya
juga berhubungan dengan 2 abnormalitas klinik neuroendokrin yang meliputi
glandula pineal dan olfaktorial, dimana
keduanya dapat diakibatkan oleh gangguan metabolisme triptofan pada lintasan
kinurenin.
_______________________________________________________________________________________
Studi epidemiologi,
genetik dan endokrinologi terbaru menunjukkan, karsinoma mamma terjadi paling
sedikit dalam 2 bentuk yang berbeda tergantung dari status reseptor estrogen.
Epidemiologi
Ditemukan
adanya variasi insiden yang berbeda
untuk terjadinya karsinoma mamma di dunia. Penyakit ini ditemukan lima kali
lebih banyak terjadi di Amerika Serikat dibandingkan dengan di Jepang atau
negara timur jauh lainnya. Penyakit ini tidak diturunkan secara genetik. Pada
generasi pertama dan kedua wanita Jepang di San Fransisko lebih banyak
menderita karsinoma mamma daripada wanita yang tinggal di Jepang.
Adanya variasi geografik
berhubungan dengan perbedaan diet, terutama intake lemak. Di Jepang, rata-rata
intake lemak rendah dan di Amerika
intake lemak tinggi. Pada penganut Advent, intake lemak lebih rendah lagi
karena mereka vegetarian, sehingga mempunyai kecenderungan yang lebih rendah
lagi terkena karsinoma mamma dibandingkan populasi umum. Bagaimanapun, status ekonomi
juga dapat merupakan variabel pengganggu.
Pada negara yang mempunyai
resiko rendah atau tinggi, insiden terjadinya karsinoma mamma bervariasi. Di
Jepang yang mempunyai resiko rendah, kejadian karsinoma mamma menurun setelah
menopause, sementara di Swedia, insiden tetap meningkat walaupun sudah melewati
masa menopause. Hal ini menunjukkan berbagai etiologi dan manifestasi yang dapat
terjadi pada karsinoma mamma.
Genetik
Adanya riwayat keluarga
merupakan faktor resiko utama pada karsinomma mamma dan terutama sekali jika
dijumpai bilateral atau adanya hubungan keluarga baik pada pria maupun pada
wanita. Diduga secara genetik hubungan dengan antigen HLA dan tipe serumen tidak begitu kuat.
Keadaan genetik ini memacu
untuk untuk dilakukan penelitian terhadap perubahan gen spesifik, onkogen yang
bertanggung jawab untuk terjadinya karsinoma mamma pada wanita. Suatu studi menunjukkan ada hubungan yang
erat antara perubahan gen yang teraktivasi pada enam ekor tikus yang berbeda dengan
karsinoma mamma yang diinduksi dengan
virus tumor pada mamma tikus atau dengan karsinogen dimethylbenzanthracene.
Studi yang lain menunjukkan deteksi dan kloning dari onkogen H-ras Harvey yang
berasal dari HS578t human mammary carcinoma cell line berasal dari tumor
malignansi yang tinggi jarang, dengan
gambaran histopatologi menunjukkan karsinoma dan sarkoma.
Studi yang ketiga menjelaskan
adanya fungsi yang menguat dari gen v-erb-B terhadap karsinoma mamma pada
manusia. Gen ini memberi kode pintasan reseptor dari epidermal growth factor
(EGF), yang bertanggung jawab terhadap proliferasi sel-sel maligna.
Meskipun berdasarkan data
ini adanya gen perubah yang menyebabkan terjadinya tumor mamma pada manusia
tidak dominan, Krause dkk melihat tidak dijumpai adanya onkogen pada empat
penderita carcinoma cell line dan 16 penderita karsinoma mamma primer pada
manusia. Lebih lanjut, terjadinya karsinoma mamma herediter secara mutlak jarang
terjadi. Sekitar 5% dari seluruh pasien memenuhi kriteria untuk dapat
diklasifikasikan ke dalam autosomal dominant.
Beberapa onkogen
menjadikan tumor tidak bergantung dengan
hormon dan bersifatER (-). Suatu penelitian yang dilakukan oleh Kasid dkk
menunjukkan efek ini pada MCF-7 human breast cancer cell line. Sel
MCF-7 memerlukan level estradiol
substansial untuk membentuk tumor secara in vivo.
Bagaimanapun, ketika onkogen v-rash masuk ke dalam sel, tidak memperlihatkan lagi pertambahan
pertumbuhan pada kultur terhadap
estrogen dan proliferasi dapat dicegah
secara minimal oleh antiestrogen. Selanjutnya, studi pada 104 tumor mamma primer Sainsbury dkk menemukan
bahwa reseptor epidermal growth factor yang berhubungan dengan onkogen erb-B
juga berhubungan dengan lesi pada ER (-).
Endokrinologi
Dijumpai ada hubungan yang
erat antara karsinoma mamma dan hormon, terutama estrogen, progesteron dan
kemungkinan juga prolaktin. Wanita mempunyai resiko terkena karsinoma mamma
100x dibandingkan pria dan penyakit ini tidak terjadi sebelum pubertas. Faktor
resiko terjadinya karsinoma mamma meningkat bila menarche terlalu dini dan menopause
yang terlambat, semakin lama wanita dalam masa fungsi ovarium normal, resiko semakin
besar. Selanjutnya, seorang anak perempuan dengan ibu yang menderita karsinoma
mamma mengalami peningkatan kadar prolaktin per 24 jam dan resistensi parsial
prolaktin akibat supresi dopamin. Penyimpangan ini menunjukkan adanya
abnormalitas neuroendokrin, dimulai dari sekresi estrogen, progesteron dan
prolaktin dibawah kontrol neuroendokrin. Tiap jam, gonadotropin-releasing
hormone (GnRH) yang dihasilkan oleh nukleus arkuata hipotalamus, menstimulasi
untuk dilepaskannya gonadotropin follicle-stimulating hormone (FSH) dan
luteinizing hormone (LH). FSH dan LH menstimulasi ovarium untuk
menghasilkan estrogen dan progesteron. Produksi
prolaktin yang dihasilkan oleh pituitari anterior diatur oleh
prolactin-inhibiting factor (PIF). Mekanisme
kontrol terhadap PIF behubungan erat dengan GnRH dan menempati daerah yang sama
pada area hipotalamus.
Kami menyimpulkan bahwa defek
neuroendokrin dengan mekanisme kontrol mendukung untuk terjadinya predisposisi
karsinoma mamma ER (+). Akhir-akhir ini diketahui abnormalitas melibatkan
pineal, olfaktorial dan metabolisme triptofan menunjukkkan defek berhubungan dengan
karsinoma mammaER (+). Berikut data yang mendukung hipotesis ini.
Glandula pineal, terutama
melatonin dan karsinoma mamma saling berhubungan . Dijumpai penurunan puncak
melatonin plasma nokturnal pada wanita penderita karsinoma mamma ER (+) dan
inhibisi melatonin, sehingga tindakan pinealektomi meningkatkan terjadinya
karsinoma mamma pada tikus yang diinduksi oleh
dimethylbenzanthracene.
Fungsi pineal berhubungan dengan
sensasi penghidu dan wanita ER (+) penurunan fungsi penghidu. Impuls eferen
olfaktorius melintasi berkas medial serebrum menuju bagian lateral seluruh hipotalamus
dan karena fungsi pineal mamalia normal tergantung dari nukleus
suprakhiasmatikus hipotalamus, kami
menduga gangguan pineal dan abnormalitas olfaktorial berasal dari tempat yang
sama di hipotalamus., kemungkinan penyebabnya adalah defek neurotransmitter, menyangkut
serotonin.
Asam amino L-triptofan
merupakan prekursor melatonin dan serotonin. Selain itu , abnormalitas triptofan
berhubungan dengan karsinoma mamma. Setelah mendapat 2 gram triptofan oral, level metabolit triptofan
yang mengalami lintasan kinurenin meningkat pada urin kebanyakan wanita dengan
karsinoma mamma. Dengan menggunakan metode assay Arend dkk, kami mengukur level
kinurenin total per 24 jam pada sampel urin wanita stadium dini karsinoma mamma
yang telah mendapat 2 gram triptofan.
Berikut ini angka yang didapatkan pada wanita penderita karsinoma mamma ER
(+) dan ER (-) :
|
RE (+)
|
RE(-)
|
Jumlah subjek
|
11
|
10
|
Kinurenin (μmol/hari)
|
33,0 ± 28,7
|
12,2 ± 5,6
|
Signifikan
|
P < 0,005
|
|
Dijumpai ekskresi
kinurenin yang lebih tinggi pada subjek dengan ER (+) menunjukkan adanya
gangguan metabolisme triptofan. Apakah abnormalitas ini bertanggung jawab
terhadap abnormalitas melatonin dan olfaktorial pada subjek ini, tidak dapat
ditentukan dari pengamatan ini. Walaupun demikian, suatu hal yang menarik untuk
menduga bahwa kerusakan terjadi akibat
gangguan metabolisme triptofan secara genetik, dimana yang merubah triptofan
dari jalur serotonin ke jalur kinurenin. Pengamatan peningkatan ekskresi
kinurenin berhubungan dengan pengurangan
derajat relaps pada wanita premenopause
stadium I dan II karsinoma mamma
sesuai dengan hipotesis ini, selama karsinoma mamma ER (+) dijumpai
lebih lama secara natural daripada ER (-).
Keterangan lebih lanjut
dari abnormalitas neuroendokrin menunjukkan adanya hubungan antara lemak
tubuh dengan onset menarche dan resiko
neoplasma mamma. Anak perempuan yang gemuk lebih cepat menarche, sedangkan anak
perempuan yang lansing lebih lambat untuk mendapat menses. Keterlambatan ini
akibat modifikasi yang terjadi pada aktivitas nukleus arkuata hipotalamus. Wanita
yang kurus mempunyai resiko yang rendah terhadap karsinoma mamma, dibandingkan
dengan wanita yang gemuk. Penampakan habitus tubuh mempengaruhi mekanisme
regulasi neuroendokrin yang sama dan bertanggung jawab untuk fertilitas dan predisposisi karsinoma
mamma. Pengaruh ini berdasarkan fakta
bahwa asam lemak bebas mengganggu ratio lepasnya triptofan dalam plasma. Asam
lemak bebas menyebabkan peningkatan triptofan bebas yang dapat melewati sawar otak.
Penemuan baru yang lain
menunjukkan gangguan fungsi neuroendokrin bersama-sama dengan onkogen untuk menginduksi karsinoma mamma
ER (+). Pertama, reseptor estrogen manusia c-DNA menunjukkan sekuensi, ekspresi
dan homologi terhadap onkogen erb-A. Kedua, gen myc tikus normal dengan jumlah
yang besar digantikan secara induksi hormonal pada virus tumor mamma tikus
(MTV) DNA, yang dimasukkan pada embrio tikus. Hasilnya didapatkan perkembangan
karsinoma mamma secara spontan pada tikus, tetapi hanya pada kehamilan kedua
dan ketiga. MTV/ myc fusion gene itu sendiri tidak cukup untuk menginduksi
terjadinya karsinoma mamma. Dengan demikian, perubahan hormonal dan
neuroendokrin , kemungkinan berhubungan dengan prediposisi berkembangnya
karsinoma mamma untuk menginduksi terjadinya karsinoma mamma pada tikus
transgenik.
Gambaran psikoendokrin
yang menarik dari penderita karsinoma mamma sehubungan dengan depresi. Pada
stadium awal, derajat bebas rekurens, penderita yang merasa dirinya tidak
tertolong dan tidak mempunyai harapan lagi mempunyai survival yang lebih buruk
bila dibandingkan dengan wanita yang mempunyai daya untuk menolak atau
bersemangat untuk melawan penyakitnya. Sebagai tambahan, kadar puncak melatonin
nokturnal lebih rendah pada pasien yang depresi dengan ER (+). Peningkatan
kortisol dijumpai pada pasien depresi dan wanita penderita karsinoma mamma.
Jika patogenesis karsinoma mamma ER (+) disertai depresi, pemberian
antidepresan dapat bermanfaat sebagai terapi pencegahan pada wanita faktor
resiko tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar